Selasa, 09 Maret 2010

Petrus Puspo Sutopo, Owner Bakmi Mie Kita




Tahun 2009 bakal diwarnai dengan tindakan pemutusan hubungan kerja, terutama di kalangan pekerja industri dan perdagangan, sektor usaha yang justru banyak menyerap tenaga kerja padat karya. Situasi yang menantang ini malah jadi peluang emas yang menjanjikan di mata Petrus Puspo Sutopo, owner Bakmi Mie Kita yang melebarkan sayapnya melalui program franchise PT Sistem Waralaba Bakmi Mie Kita bersama Kadafi Yahya dan Madna Yahya.

Bagaimana kiat usaha Petrus yang berobsesi membangun 165 outlet baru pada tahun Kerbau 2009, berikut petikannya :


Bagaimana Anda memulai terjun ke bisnis bakmi lewat jalur wirausaha ini?

Awalnya, saya ini kan orang broken home, ikut mama sendiri, yang sejak saya SD sudah jualan bakmi, saya aduk-aduk bahan mie itu hingga menjadi peluang emas yang menjanjikan. Dasar saya hobi makan mie ayam, akhirnya dari hobi itu saya kembangkan menjadi bisnis yang sifatnya komersial. Mulanya kecil-kecilan saja, setelah saya keluar dari Inti Salim Group gara-gara bos saya bilang bahwa yang ngasih makan saya adalah dia. Wah, terus terang saya tersinggung, karena sesungguhnya yang ngasih makan saya adalah Tuhan, bukan dia. Tuhan beri saya makan lewat dia, itu yang betul. Tapi, saya nggak mau debat, langsung saja keluar dari perusahaan itu.

Dari situ, Anda dapat modal dari mana?

Karena wirausaha ini saya mulai dari hobi, modalnya memang modal dengkul. Namun, dalam perjalanannya saya dapat modal dari H Firman Rp 200 juta. Saya bikin rumah produksi mie di Tangerang, berjalan sekitar 1999 sampai 2003. Di rumah produksi itu saya bikin aneka makanan yang bebas formalin, bebas bahan pengawet. Legalitas usaha itu saya buat pada April 1993, biar mudah mengingat, karena pas dengan ultah saya. Selain legalitas, saya juga mendapat sertifikasi halal food, tapi PT itu baru berdiri sejak tahun 2003.

Siapa saja pemegang saham perusahaan itu?

Awalnya, pak Firman masuk jadi pemegang saham. Tapi karena dia menyimpang dari aturan bersama, akhirnya sahamnya saya beli Rp 200 juta. Waktu itu, saya langsung beriklan di media massa, dan ternyata ada yang berminat membeli saham saya, yaitu Djaja Hendrawan. Maka, pemegang sahamnya sekarang adalah saya 60 persen, pak Djaja 40 persen. Jadi, dalam waktu relatif cepat, asetnya jadi 1 miliar. Itu terjadi pada tahun 2000, kini sudah ada yang berminat mau beli lebih dari 8 miliar, tapi saya berkeinginan untuk mengembangkan saja supaya bisnis Mie Kita ini kian berkibar dimana-mana. Obsesi saya umur 55 tahun, sama dengan pegawai negeri sipil, saya harus pensiun dan jadi passive income, tinggal menikmati hidup.

Bagaimana nilai saham itu bisa meningkat, sementara outlet Mie Kita baru 25, setelah buka di kota Bogor, Tebet, dan RS MH Tamrin Jakarta?

Saya jualan skills, ini yang mahal dan bisa mencapai 60 persen. Kalau rumah produksi sih cuma bangunan tipe 21, tapi dua lantai, luasnya sekitar 120 meter persegi. Tapi skills, itu yang berharga bagi seorang wirausahawan.

Bagaimana Anda membangun skills itu sehingga bernilai tinggi?

Untuk tahu masakan mie yang berkualitas, saya tak segan-segan membayar jago-jago pembuat mie yang tangguh dan kesohor lebih dulu. Misalnya, Mie Alok, Mie Aheng. Mereka saya minta demo masak, dan saya bayar waktu itu Rp 1,5 juta, kalau uang sekarang bisa 15 juta sekali demo. Demikian pula ketika saya ingin tahu bagaimana bikin Es Doger yang enak, saya panggil pembuatnya yang handal, lalu saya suruh demo seharian, dan saya ganti biaya produksi dia sehari itu, karena saya suruh demo. Untuk tahu soal toxin, higienitas makanan, packaging, dan enzyme, saya belajar khusus di IPB. Perlunya supaya skills saya meningkat dan langsung bisa saya praktekkan lewat dagang mie.

Selain itu, anda juga berdagang aneka juice dan minuman kesehatan, serta packaging aneka buah. Bagaimana ide itu bisa muncul?

Saya suka baca-baca buku Prof Hembing, ahli herbal dan kesehatan alternatif lewat tumbuh-tumbuhan. Setelah saya cermati buku Prof Hembing, saya lalu berdagang juice anti diabetes, dengan komposisi bahan herbal yang saya pelajari dari bukunya. Juga ada juice anti kanker, juice anti kolesterol, juice anti darah rendah, juice anti hipertensi, juice anti ginjal, anti asam urat, anti batuk, TBC, sariawan, dan juice pelangsing. Itu semua saya lakukan dengan menyerap selera pasar, yang di satu sisi pasar menghendaki minuman segar, tapi juga menyehatkan. Bahannya dari aneka buah-buahan, sekarang juga saya paket, sehingga tinggal dibikinkan juice.

Apa menu unggulan yang anda jual untuk memenuhi selera pehobi kuliner?

Sebagai spesialis Chinese Food Modern, saya juga memasarkan Chicken Kungpao, Cumi Lada Garam, Udang Goreng Gandum dan lainnya yang saya kemas lewat program franchise, yaitu paket mini resto seharga Rp 90 juta, paket foodcourt Rp 58 juta, dan paket resto Rp 125 juta. Rata-rata outlet yang ada balik modalnya 6-12 bulan, paling lama tiga tahun.

Apa yang melatarbelakangi optimisme Anda?

Pertama, harganya pantas, serba sepuluh ribu. Tapi yang lebih penting lagi ialah seleranya yang mengikuti selera kelas atas, sehingga semua kalangan bisa menikmati masakan kami. Tujuan utama saya adalah mengembangkan Bakmi Mie Kita sebagai trademark di kota-kota seluruh Indonesia dan juga membantu orang susah, biar nggak susah seperti saya dulu, yang hidup di panti asuhan. Cara bantu saya ya dengan berwirausaha, karena di Indonesia masih sedikit orang yag mau terjun dan berjuang demi kesuksesan berwirausaha. Setelah umur 55 tahun, saya pensiun biar bisnis ini diteruskan oleh masyarakat luas dimana pun berada.

Di tengah kesibukan Anda membina hubungan baik dengan mitra kerja untuk mengembangkan sayap usaha itu, bagaimana anda membagi waktu buat keluarga, istri dan anak-anak serta kerabat lain?

Anak-anak sih saya arahkan untuk bisa berwirausaha, seperti ayahnya, juga setangguh neneknya. Juga istri saya, mereka semua saya kira mendukung dan bahu membahu berwirausaha untuk mencapai target itu. Dengan karyawan saya sering membina dan mengarahkan mereka. Maklum, kebanyakan karyawan saya adalah mantan tukang becak yang nggak bisa baca-tulis, mantan kondektur, anak-anak jalanan, mantan pedagang kaki-lima, yang semuanya punya karakter sendiri-sendiri. Seperti bekas tukang becak, kebiasannya molor, tidur melulu. Tapi, karena saya memang sudah komit merekrut mereka, ya saya sendiri yang menempanya, bahkan ada yang sampai dua tahun baru bisa mengikuti ritme usaha saya. Selebihnya waktu senggang saya gunakan untuk baca-baca buku guna menambah wawasan yang bisa mendukung usaha saya.



Biodata :

Nama : Petrus Puspo Sutopo

Tempat/Tanggal Lahir : Malang, 27 April 1967

Pekerjaan : Pemilik PT Sistem Waralaba Bakmi Mie Kita

Alamat : Jl. Pajajaran 26 Kota Bogor

Istri : Digna Winarti

Anak : Shoteby Anthony Winsen, Michelle Levine dan Nikola Tesla

Pendidikan :
  • SD sampai STM di Jakarta di bawah asuhan Panti Asuhan Vincentius, Kramat Raya Jakarta
  • Teknik Sipil Politeknik Pasar Minggu Jakarta
  • Kursus Log Grader di Fakultas Kehutanan IPB
  • Kursus Ilmu Toxin, Herbal, Enzyme, Higienitas dan Packaging dari IPB
Pekerjaan :
  • Inti Salim Group
  • Wirausaha sendiri
Warna favorit : Hijau

Masakan favorit : Mie ayam

Moto : Jadi garam dunia

Obsesi : Membantu orang susah

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008