Senin, 10 Mei 2010

Sudalmi, Saudagar Nyentrik

SUDALMI

Batik, kini menemukan momentumnya. Setelah diakui sebagai salah satu kekayaan Indonesia yang perlu dilestarikan dan dilindungi oleh Badan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, batik kini semakin membanggakan.

Semua orang mulai menyukai kembali batik, dan mulai lagi mencintainya. Kenapa ya nggak dari dulu-dulu?

Bicara batik tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan Sudalmi (68). Ibu lima anak ini hampir seluruh hidupnya didedikasikan kepada batik. Bukan sebagai perajin atau pembatik, tetapi sebagai saudagar batik sejak 50 tahun lalu.

Sejak usia remaja, Sudalmi telah bergelut di dunia batik, sebagai karyawan dari seorang juragan batik di Pasar Bringinharjo, Yogyakarta. Dunianya seakan akrab dengan batik, setiap hari. Pegalaman inilah yang mengantarkannya menjadi seorang juragan batik, hingga memiliki 6 kios batik di lokasi yang sama saat ini.

Masa-masa keemasan emas berjualan batik pernah ia lalui. Setelah bisnis konveksi merajalela, dan masyarakat mulai meninggalkan batik, Sudalmi tetap konsisten dan bertahan dengan bisnisnya berjualan batik di Pasar Bringinharjo.

Sepuluh tahun lalu, ketika pasar batik mulai benar-benar melemah, sesekali Sudalmi berekspansi menjual produk-produk batiknya ke Bali. Ia tak segan-segan berhari-hari berjualan batik di Denpasar untuk menjaring pembeli batik dari turis manca negara. Namun peristiwa Bom Bali juga membuyarkan langkah-langkahnya. Ia akhirnya kembali ke Pasar Bringinharjo, dan berharap masyarakat melirik kembali batik.

Berbeda dengan penjual batik lainnya, Sudalmi oleh para penggemar batik tidak hanya sekedar penjual, tetapi ia adalah seorang ‘pakar’ yang memahami seluk beluk batik. Kepada pelanggannya ia juga tidak sekedar menjual ‘kain’ batik, tetapi menjual kebudayaan. Misalnya ia akan menjelaskan asal usul batik, bahan yang digunakan, serta jenis batik.

Bagi anda yang tidak mengerti batik, pasti anda tidak memahami, apakah batik tersebut jenis batik cap atau batik tulis. Di sinilah uniknya membeli batik dari Sudalmi. Kepada para pelanggannya Sudalmi memberi pengetahuan tentang batik.

“Kalau ada kain yang ujung gambarnya lancip dan lurus bisa dipastikan bahwa itu adalah batik cap, sedangkan batik tulis biasanya ujung-unung gambar pada batik tumpul. Demikian juga dengan warna batik. Kalau warnanya sama antara di depan dengan di belakang, berarti itu batik tulis, tetapi kalau warna di depan berbeda dengan di belakang maka dapat dipastikan itu jenis batik cap ,” cetus suami dari almarhum Sudaryono yang juga pengusaha ini.

Karena itulah, harga batik tulis dengan harga batik cap tentu berbeda, karena pengerjaannya juga berbeda.

Soal harga, Sudalmi juga memberikan harga terbaik bagi pelanggannya. Ia memiliki pelanggan bukan hanya di Yogyakarta, tetapi hampir seluruh penggemar batik di seluruh Indonesia.

“Kalau di rumah, ibu juga membuka kios batik yang melayani ibu-ibu hampir dari seluruh Indonesia,” ujar Suryadi (41), salah satu putra Sudalmi yang juga menekuni dunia batik.

Kini ketika batik kembali bersinar, dan semakin banyak yang menggunakan, bisnis Sudalmi kembali bersinar lagi. Setiap ada pameran tentang batik, atau pameran UKM, ia selalu hadir, baik di Jakarta maupun kota-kota lain di Indonesia. Ia juga mengambil stand terbaik, dengan ukuran yang selalu besar. Bukan apa-apa, penggemar batik yang ‘mengerubuti’ Sudalmi selalu membludak.

Dalam menjual batik, Sudalmi juga menyediakan beragam batik dari berbagai daerah, mulai dari batik Yogyakarta, Solo, Semarangan, Cirebon, hingga Pekalongan dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp50ribu hingga mencapai Rp3 juta per potongnya. Kelebihannya berbelanja di Sudalmi, Anda tidak akan tertipu. Kalau kurang puas, anda juga dapat menukar jika bertemu di lain waktu.

Hingga tidak heran jika, dalam satu even pameran, Sudalmi dapat menghabiskan tak kurang dari 20 ball, atau setara dengan 4000 potong batik yang langsung dibawanya dari Yogyakarta. Mau belanja batik, silakan kontak di telepon 08567754491.

Batagor, Bakal Jadi Primadona Bisnis Kuliner Masa Depan

Produk-produk kuliner Indonesia, sebagian besar sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Ada Bakso, Mie Ayam, Pempek, hingga ratusan jajanan dan makanan tradisional Nusantara lainnya.

Dan kini makanan tradisional sudah menjadi produk yang sangat layak dijadikan bisnis dan memberi banyak peluang yang sangat menjanjikan.

Salah satu produk makanan tersebut adalah Batagor, akronim dari Bakso Tahu Goreng, yang merupakan makanan inovasi yang berasal dari Tlatah Sunda. Jenis makanan ini banyak terdapat di Bandung, Bogor, dan kawasan lain di Jawa Barat, tetapi kini Batagor sudah merambah dan disukai masyarakat lainnya.

Salah satu yang disukai dari makanan ini adalah cara penyajiannya dan pembuatannya yang mudah serta memiliki rasa dan aroma yang enak. Di Kawasan Bandung, ada seorang pelopor bisnis Batagor yang mulai berjualan sejak tahun 1970an, namanya Isan.

Asal Mula Batagor

Bakso Tahu Goreng (Batagor) mengapa produk ini ada? Ternyata Batagor lahir dari ketidaksengajaan. Saat itu, Isan adalah penjual bakso keliling di seputaran Jalan Kopo, Bandung.

Suatu ketika, bakso yang dijajakan kurang laku. Setiap hari ia memilikirkan mau diapakan bakso, tahu, yang tak terjual ini. Apakah harus dibuang, atau diolah lagi supaya tetap menghasilkan uang.

Ide sederhana untuk menggoreng sisa baso tahu tersebut muncul dan ia lakukan jika dagangannya tersisa. Pada awalnya baso tahu yang digoreng tersebut ia bagikan pada tetangga, namun ternyata para tetangganya sangat menyukainya. Malah ada tetangga yang diminta untuk dibuatkan.

Melihat antusiasme tersebut, Isan mulai mencoba menjajakan baso tahu yang telah digoreng bersama baso tahu yang biasa ia jual. Di luar perkiraannya, ternyata peminatnya banyak, bahkan berdagang bakso tahu yang dogoreng lebih laku dari berjualan bakso saja.

Akhirnya Isan lebih banyak mengembangkan Bakso Tahu yang digoreng, dengan memberikan aroma dan rasa ikan lebih kuat dan lebih banyak, dengan sambal khusus, sehingga masyarakat lebih banyak menyebitnya Batagor, seperti yang kita kenal saat ini.

Sejak saat itu Isan mengalami peningkatan pelanggan. Hingga di awal tahun 80 an ia menyewa sepetak lahan untuk berjualan agar tidak perlu berkeliling kampung lagi.

Baso tahu gorengnya mulai banyak dikenal. Banyak pula yang menirunya, terutama yang berjualan di seputar Bandung. Akibat demam Baso Tahu Goreng yang terjadi saat itu di Bandung, maka kala itu banyak pelanggan yang menyebutnya dengan seputan pendek Batagor.

Mulai Dikenal

Batagor Isan saat itu sangat terkenal, dan mengisnpirasi banyak orang untuk membuat serupa. Sejak tahun 1980 itulah muncul nama-nama besar di dunia per batagoran di Bandung, seperti Batagor Riri, Batagor Abuy, Batagor Kingsley, Batagor Burangrang dll.

Batagor Isan sendiri mengalami booming namun tetap mempertahankan citarasa yang ada dan tetap dibanjiri pelanggan dari berbagai golongan karena harganya yang sangat merakyat hingga saat ini.

Isan yang sangat rendah hati, merekrut banyak kerabatnya untuk membantu menjalankan bisnisnya. Tempat yang ia pakai berpindah-pindah hingga sekarang ia menempati lokasi di Jalan Bojongloa, masih di seputaran daerah Kopo Bandung.

Sudah banyak pegawainya yang sebagian besar merupakan kerabatnya yang ia dorong untuk maju dengan membuka warung Batagor sendiri dan memperbolehkan menggunakan namanya. Karena itu warung Batagor Isan mudah dijumpai karena ada beberapa lokasi diseputaran Bandung diantaranya di daerah Cimahi, Cibaduyut dll. Sedangkan yang tetap ia kelola sendiri manajemennya adalah yang di Jalan Bojongloa dan di Jalan Cikawao.

Semua Warung Batagor Isan memiliki resep yang sama, sehingga rasa maupun harga relatif tidak berbeda, namun tidak dipungkiri beragam inovasi positif dilakukan oleh pemiliknya masing-masing guna menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya.

Disaat Batagor lainnya melaju kencang, Batagor Isan memilih untuk tetap konservatif dalam berbisnis. Hal ini dikarenakan Isan yang sekarang telah menjadi haji, merupakan karakter yang sangat sederhana dan kurang antusias ikut terjun dalam dunia persaingan bisnis yang menurutnya berlebihan.

Batagor Isan tetap disambangi orang banyak dan mampu memberikan penghidupan bagi kerabatnya dirasakannya sebagai anugerah yang tidak akan habis ia syukuri keberadaannya. Sosok Haji Isan yang sekarang berusia 70 tahun masih mewarnai perkembangan bisnisnya, namun kegiatan operasional sehari-hari telah lama ia serahan pada orang-orang kepercayaannya yang muda-muda dan enerjik seperti sosok mas Nano yang ia serahi mengelola yang di Jalan Bojongloa.

Sosok Bapak Batagor ini sekarang tinggal tetirah di kampung halamannya, jauh dari Bandung, untuk menyerahkan hidupnya melayani berbagai kegiatan sosial keagamaan. Jauh dari kesan jumawa bahwa beliau adalah pencipta kuliner yang sekarang telah menjadi salah satu ikon kuliner kota Bandung.

Isan tidak mengira sisa dagangan yang ia olah kembali ternyata lebih enak dan lebih laku dibandingkan bentuk sebelumnya, tidak juga ia berangan jauh bahwa penganan yang ia ciptakan mampu memberikan warna kuliner pada kota yang ia cintai, Bandung.

Itulah momen bersejarah yang terjadi ketika ia menciptakan Batagor. Dan Batagor Bandung sekarang ini telah merambah ke mancanegara. Beberapa toko online telah menjualnya dengan serius seperti www.batagorbandung.com. Sudah saatnya batagor menampilkan diri lebih kedepan dan elegan, ini adalah kekayaan kuliner khas Bandung yang patut di catat dengan garis tegas, sebelum ada pihak lain yang mengakuinya. [Irwan] foto-foto www.pixethic.com dan www.batagorbandung.com

Mendiversifikasi Bisnis

Pebisnis, bahkan yang UKM sekalipun, kini semakin lihay dalam meningkatkan kapasitas bisnisnya. Pengetahuan meningkatkan kapasitas bisnis kini semakin mudah diperoleh, melalui seminar, workshop, buku/majalah kewirausahaan, hingga sharing pengalaman dengan sesama pebisnis lainnya.

Para pebisnis biasanya menggunakan berbagai langkah untuk meningkatkan usahanya, misalnya dengan menambah jumlah outlet, meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran, serta memperbesar skala usaha.

Seorang pebisnis resto misalnya, tahun pertama ia hanya membuka satu outlet, namun tahun kedua saat bisnisnya sudah berjalan, dan ingin meningkatkan kapasitas bisnisnya, merubah outlet yang semula kecil menjadi resto besar dengan halaman parkir yang luas, serta memperbanyak outlet, serta. Contoh ini dapat anda lihat pada gerai Steak Abuba, Bakmi Golek, Resto Kepiting Cak Gundul, Restauran Dapur Sunda, Restauran Bumbu Desa, Kebab Turki Baba Rafi, Bakso Cak Eko, Bakso Kuto, Bakso Kepala Sapi, dll. Bisnis lain, seperti Bengkel Motor X-Tra, dan beberapa bisnis laundry juga berawal dari gerai kecil. Terlebih jika pemiliknya memiliki kemampuan mengembangkan bisnisnya melalui system bisnis yang tepat, gerai akan bertambah cepat dalam waktu yang singkat.

Tetapi ada juga pebisnis yang mengembangkan kekayaannya dengan melakukan diversifikasi bisnis. Meskipun jika ditanya kepada pemiliknya ia tak paham dengan istilah diversifikasi bisnis.

“Saya tidak mengetahui maksudnya diversifikasi bisnis. Bagi saya bisnis itu kepandaian mencari peluang,” ujar Merry, produsen Mie Ayam yang mensuplay tak kurang dari 400an pedagang bakmi ayam di Jakarta dan Bekasi.

Merry mungkin benar, tak paham makna diversifikasi bisnis. Karena itu bukanlah hal penting. Yang penting baginya adalah bagaimana ia dapat terus mempertahankan bisnisnya, meningkatkan usahanya dari tahun ke tahun, serta mencari peluang bisnis baru yang dapat menambah penghasilannya.

Berbisnis produk mie basah telah dilakukan Merry bertahun-tahun, karena ia tak mungkin menambah jumlah outlet karena keterbatasan tempat, dan persaingan bisnis, Merry dan Katija, suami istri ini mencoba mengembangkan usahanya dengan cara mendiversifikasi bisnis dengan bisnis lainnya.

Tiga tahun lalu Merry membuka usaha keagenan gas, dan air minum. Selain itu ia juga membuka usaha rumah kost-kostan. Dengan usaha barunya ini, Merry dapat meningkatkan penghasilan setiap bulan, selain dari penghasilan utamanya dari memproduksi mie ayam basah yang mencapai kapasitas 500-700 kg per hari, Merry juga memperoleh pemasukan tambahan dari usaha keagenan, dan kost-kostan.

Seiring dengan usaha utamanya yang tumbuh, usaha baru yang dikembangkan juga jalan.

Dukungan Permodalan dari Perbankan

Semakin berkembangnya sebuah usaha, baik yang dikembangkan secara vertikal maupun horizontal, atau diversifikasi bisnis, ternyata dukungan permodalan berupa kredit dari perbankan sangat dibutuhkan.

“Kalau mengandalkan uang sendiri, muternya usaha kurang cepet,” ujar Merry kepada Majalah Wirausaha dan Keuangan beberapa waktu lalu. Tetapi ada kendala yang selama ini menjadi ganjalannya. Prosedur kredit untuk pengusaha UKM seperti Merry ini masih sulit didapat. Kalaupun ada, syaratnya rumit. Kalaupun bisa, kredit yang diperolehpun relatif sedikit, tidak sebanding dengan dana yang diperlukan.

Merry mengaku, untuk mendukung usahanya ia kadang mendapatkan kredit dari ‘pelepas uang’ yang bunganya cukup tinggi.

Peran perbankan, dan dukungan negara bagi pengusaha seperti Merry, sepertinya layak diterima olehnya. Ia telah berjuang sendiri, dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang kini sangat memerlukannya.

Berbisnis Jasa Perawatan dan Kebugaran Tubuh? Ciptakan Kreasi

Salma Dian Priharjati

Apa rahasia bisnis di bidang jasa kebugaran tubuh? Mungkin selama ini anda sudah menjalankan bisnis ini tetapi belum ada hentakan jumlah pengunjung yang banyak.

Jangan kuatir, Salma Dian Priharjati, pemilik usaha kebugaran tubuh yang berada di bawah PT Dian Kenanga Mandalawangi ini memiliki pengalaman yang unik untuk dapat diterapkan dalam bisnis jasa perawatan dan kebugaran tubuh milik anda.

Pertama, menurut Dian, adalah adanya konsep bisnis yang jelas. Konsep bisnis inilah yang memandu anda mau dibawa kemana bisnis yang didirikan ini. Ketika ia memulai bisnis jasa kebugaran tubuh, modal yang ia miliki hanya Rp15juta, yang digunakan untuk menyewa dua buah kamar masing-masing kamar berisi 1 bed, sewanya Rp1 juta per bulan/kamar, dan uang yang lain digunakan untuk persediaan membayar gaji 2 asisten yang membantunya, yang pekerjaannya serabutan, ya marketing, administrasi, ya notok juga. Tetapi karena memiliki konsep bisnis yang jelas dari pendirinya, maka perkembangan tahap demi tahap terus meningkat dan terlihat hasilnya.

Kedua, menciptakan kreasi. Dalam memberikan layanan jasa perawatan dan kebugaran tubuh, Dian memperdalam teknik totok lebih dari yang selama ini dipraktekkan oleh banyak orang. Melalui cara yang ia temukan, berupa totok hasil kreasi dan penggabungan teknik tekanan dengan bioenergi, yang kemudian ia sebut Toto Aura Wajah, mengingatkan metodenya dengan namanya. Bahkan istilah totok aura wajah sedemikian melekat dalam bisnis jasa perawatan dan kebugaran tubuh, terutama dengan nama Salma Dian Priharjati, penemunya.

Ketiga, menciptakan SDM yang mumpuni. Bisnis apa saja sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat penting. Apalagi bisnis di jasa perawatan dan kebugaran tubuh ini. Karena itu dalam merekrut karyawan, Dian sendiri yang menetukannya. Ia lebih suka merekrut karyawan baru, yang belum pernah bekerja dan belum pernah memiliki pengalaman sebagai teraphys, alasannya lebih mudah membentuk budaya perusahaan dan biasanya mau memulainya dari bawah. Kebanyakan staf yang bekerja di PT Dian Kenanga berawal dari level terbawah, bagian kebersihan. Mereka harus tahu standar kebersihan, lalu cara merapikan bad, mensevice tamu, misalnya ada gelas kosong langsung diangkat, ada pintu terbuka langsung ditutup. Setelah berhasil mereka akan ditanya minatnya. Jika tertarik mereka dilatih kaki dan tangan. Bila sudah pegang klien, berarti mereka sudah tidak ngurusi cleaning service lagi.

Keempat, mensistematisasi bisnis. Semula, semua theraphys totok ia latih sendiri. Hal ini untuk mendapatkan hasil yang optimal. Awalnya hanya dua orang, kemudian berkembang 4, 8 orang. Namun ketika karyawan sudah meningkat menjadi 25 orang ia mulai fokus dengan program trainer for trainer. Bahkan ia kini sudah mensistematisasi bisnis, melalui manajemen modern, sehingga seluruh aktifitas kantor sudah berjalan sesuai koridor dan aturan yang harus dijalankan. Ia, selanjutnya tinggal mengawasi saja, dan bagi trainer therapys ia yang menangani ujian akhirnya.

Kelima, menjaga konsistensi dan keberlanjutan. Untuk menjaga konsistensi layanan kepada pelanggan, ia menerapkan kepada theraphys untuk selalu mengikuti program latihan tenaga dalam setiap minggu, tujuannya terjaga konsistensi dan keberlanjutan kemampuan berdasarkan core bisnis. Bisnis jasa totok aura mungkin setiap saat ada yang ingin membuka bisnis serupa, tetapi jika kami memiliki keahlian dan kekhususan dalam totok yang lebih bermuatan energi di setiap gerakan, serta memiliki kekuatan bioenergi ia yakin jasa yang ditawarkan akan selalu unggul.

Keenam, membangun bisnis rumahan menjadi bisnis modern. Ini suatu dream yang terus diimpikan oleh Salma Dian Priharjati.

Dream bahwa bisnis ini dapat menjadi industri besar . Buktinya, pada awal-awal bisnis jasa Totok Aura Wajah yang didirikannya hanya melayani tak lebih dari 8 orang setiap minggu, tetapi kini dalam satu gerai saja mampu melayani 100 pelanggan, jika di akhir pekan pelanggan bisa mencapai 130an orang.

Dari Active Income Menjadi Passive Income

Mutiara Entrepreneurship dari Bradley J Sugars

Saya teringat dengan Brad, lengkapnya Bradley J. Sugars (38), jago bisnis asal Australia, yang mengingatkan tujuan kita semua dalam berbisnis.

Bahwa kita berbisnis adalah untuk: "bekerja sekali, namun mendapatkan hasil selamanya". Ini berlawanan dengan kerja sebagai karyawan, dimana kita mendapat hasil sesuai dengan kerja kita. Hal ini dapat dicapai apabila kita mampu merubah sumber income kita yang semula adalah "active income" menuju "passive income".

Bagaimana caranya? Menurut Brad, untuk dapat "bekerja sekali, namun mendapatkan hasil selamanya" cara terbaik adalah dengan memiliki bisnis (selain menulis buku tentunya … hehehe, yang ini dia ucapin setengah becanda, wong dia penulis) Namun kenapa banyak business owner yang gagal?

Menurut Brad mereka tidak menerapkan prinsip learn before you earn. Jadi belajar lah lebih dahulu, sebelum menuai hasilnya, sehingga sebagai bisnis owner kita tidak sekedar dapat make the money tetapi juga manage the money.

Disinilah kemudian Brad memaparkan tangga entrepreneur nya yang terkenal itu.

Di anak tangga paling bawah, ada pelajar dan pemagang (apprentice). Mereka yang masih spend money ataupun tidak terima apa-apa untuk learning. Ketika mereka akhirnya bekerja menjadi employee, barulah mereka dibayar untuk belajar. Ini kalau cara berpikir mereka betul bahwa bekerja adalah sarana belajar sebelum dapat membangun bisnis sendiri.

Di tangga berikutnya adalah para self employee, mereka yang akhirnya memutuskan untuk mengelola bisnis sendiri. Umumnya, pada tahap awal mereka adalah para single fighter. Mengerjakan sendiri semua hal dari produksi hingga penjualan.

Akhirnya kadang mereka menjadi lebih sibuk dibanding ketika menjadi karyawan. Banyak yang akhirnya tidak tahan dan kembali menjadi karyawan.

Jika cukup pandai mengelola usaha, para self employee tadi, biasanya akan bertahan dan mulai merekrut tim, sehingga mereka naik tangga menjadi manager. Pada tahap ini, kadang kehidupan menjadi lebih kompleks dari sebelumnya. Karena para manager ini sering harus kerja keras untuk menggaji karyawan, bukan sebaliknya.

Jika berhasil mengatasi tantangan ini, mereka bisa menciptakan system dan membayar orang lain untuk mengelola bisnis, maka mereka layak naik tangga menjadi business owner.

Seharusnya, pada level ini business berjalan sesuai dengan definisi bisnis menurut Brad: A commercial, profitable enterprise, that work without me. Dengan menjadi business owner, maka Anda akan menciptakan cashflow yang banyak dan stabil, apakah Anda terlibat langsung atau tidak, sehingga Anda bisa naik tingkat menjadi investor. Pada tingkat investor ini, Anda dapat melipatgandakan kekayaan dengan cara yang FUNtastic.

Caranya Braad ….! Eh, Brad Sugars malah bercerita bagaimana waktu dia kecil. Ternyata bakat bisnis Brad sudah terlihat dari umur 7 tahun. Waktu itu, dia pergi ke rumah kawan Ayahnya yang sangat kaya. Dia adalah seorang pengusaha di bidang susu sapi. Brad kecil pun bertanya:"Pak, bagaimana sih Anda bisa begitu kaya?".

Kawan Ayahnya menjawab:"Nak, saya kaya bukan karena menjual susu, tetapi menjual bisnis susu".

Inilah kata kunci penting dari Brad. Ya, seharusnya selama ini saya berpikir bagaimana menjual bisnis saya, bukan produk dan jasa saya semata. That's what its all about. McD besar bukan karena jualan burger sama ayam, tapi karena jualan bisnis burger dan ayam. Demikian juga dengan Starbuck, Kebab Turki Baba Rafli, AutoBridal, dan sebagainya. Semua menjadi besar karena menjual bisnis.

Bahkan, sebagai investor, Anda dapat membeli bisnis, selain menciptakan dari awal. Kita dapat menerapkan prinsip Buy, Build and Sell. Dengan pengetahuan yang diperoleh selama proses learn sewaktu kita mendaki tangga employee hingga owner, kita akan mampu melakukan ini. Selain bisnis,investor juga dapat melakukan investasi pada property dan stock (saham).

Prinsip membeli bisnis, investasi pada property maupun stock, dapat dilakukan dengan cara retail, maupun wholesale(dengan volume tertentu dengan harga negosiasi yang lebih baik). Misalnya investasi pada property dan stock dapat dilakukan dengan harga yang sangat fantastis, sehingga investor dapat langsung untung pada waktu pembelian dilakukan (day one).

Ada beberapa prinsip dasar yang disampaikan oleh Brad dalam membeli, membangun dan menjual bisnis. Yang pertama adalah, ketika semua orang menggali emas, jadilah orang yang menjual alatnya (pan nya). Penggali emas bisa untung dan buntung, tapi penjual pan akan untung terus. Prinsip ini contohnya berlaku ketika booming internet.

Dari berbagai perusahaan teknologi yang muncul dan tenggelam, yang untung adalah para investment bankernya. Selain itu dalam memilih bisnis, kita harus memperhatikan aspek "repeat business" dan potensi pertumbuhan bisnis nya. Jangan ragu dalam penentuan pricing. Be expensive, supaya profit terjamin. Ini penting, karena salah satu aspek yang vital dalam bisnis adalah cashflow nya bukan assetnya. Jadi yang dibeli dari suatu bisnis adalah cashflow bukan assetnya semata.

Jika Anda mampu mencapai tahap investor ini, maka Anda tinggal selangkah lagi untuk mencapai puncak tangga yaitu: entrepreneur. Jika investor masih berkutat pada jual beli asset fisik, maka entrepreneur sudah mampu bergerak dalam tataran paper assets.

Sebagai contoh, Brad menjual lisensi franchise nya untuk kawasan London senilai jutaan poundsterling. Berapa cost nya? NOL. Paling-paling ongkos ngeprint kontraknya.

Disinilah dahsyatnya entrepreneur sejati. Mereka bekerja dengan kertas untuk menghasilkan uang dalam jumlah yang luar biasa besar. Tandatangan sana, tandatangan sini, dan rekening bertambah. Hebat bukan? Anda mau? Pasti Anda juga bisa. [Oleh Fauzi Rachmanto]

Usaha yang Layak di Mata Bank

Oleh Fajar S Pramono

Edukasi Perbankan yang disajikan dalam bentuk obrolan ringan oleh Fajar S Pramono, praktisi perbankan, mulai edisi ini akan tampil kembali. Kumpulan tulisannya yang pernah dimuat di Majalah Wirausaha dan Keuangan telah dibukukan

dan siap beredar di pasaran akhir November 2009 dengan judul Malu Bertanya Sesat di Utang dapat diperoleh di semua toko buku di seluruh Indonesi.

Alhamdulillah, setelah begitu lama tak sempat berkumpul untuk melaksanakan “diskusi balai kampung” di pendopo, kerinduan akan kehangatan diskusi bersama Bli Wayan, Bang SInaga dan Uda Mail dapat terwujud kembali malam ini.

“Akhirnya, bisa juga kita berkumpul lagi,” kata Bang Sinaga membuka obrolan.

”Betul, Bang. Padahal sudah cukup lama aku memendam pertanyaan buat Mas Ndoet... hehe,” Uda Mail menimpali.

”Apa itu, Da?” timpal Bli Wayan seketika. Wah, tampaknya diskusi malam ini bakal segera ”memanas”.

Bang Sinaga menggeser posisi duduknya, mendekat ke arah Uda Mail. Antusiasme dan rasa penasaran nampak jelas pada raut wajahnya.

Saya sendiri pun, sesungguhnya tak beda dengan Bang Sinaga. Saya pun beringsut mendekat.

Uda Mail cepat tanggap, dan langsung to the point.

“Betul, Mas Ndoet. Kemarin tetangga toko saya bertanya, kenapa permohonan kreditnya ditolak, sementara temannya yang berbarengan mengajukan permohonan bisa dikabulkan. Padahal menurutnya, skala usahanya tak berbeda jauh.”

Pandangan ketiga sahabat saya beralih kepada saya.

“Ehm,” saya mencoba memulainya dengan berdehem. “Saya tak akan bisa menjawab secara pasti, tanpa tahu kondisi detailnya.” Semua terdiam mendengar jawaban saya.

”Tapi begini,” sambung saya demi melihat kevakuman yang terjadi, ”Saya akan bicara hal yang mendasar saja. Bahwa, hanya ada dua kondisi dari empat kondisi usaha saja yang layak mendapat pembiayaan atau kredit dari bank.”

”Apa saja itu, Mas?” sahut Bang Sinaga cepat.

“Empat kondisi usaha?! Seperti apa itu, Mas?” Uda Mail pun menyahut tak kalah cepat.

Saya tersenyum. Saya paling senang kalau ada antusiasme dalam sebuah diskusi.

”Kondisi usaha bisa dibagi menjadi empat kelompok,” saya meneruskan.

”Pertama, diistilahkan sebagai kelompok ’Star’. Usaha seseorang yang masuk kelompok ini adalah usaha yang masih dalam posisi terus berkembang alias growth, kuat dalam persaingan, tingkat return atau kemampuan menghasilkan labanya juga tinggi, bahkan memungkinkan untuk melakukan investasi baru. Usahanya sehat dan masih bisa tumbuh.”

Saya mengambil jeda sejenak, sekaligus menunggu tanggapan. Tapi tak ada respon yang menyela, sehingga saya pun meneruskan.

”Kedua, kelompok ’Cash Cows’. Usaha yang tergolong pada kelompok ini masih bagus, kuat bersaing, mampu menghasilkan laba yang tinggi, dan memungkinkan adanya investasi. Tapi sesungguhnya, prospek untuk meningkatkan sales atau penjualan sudah mulai sangat terbatas. Atau bahkan boleh dikatakan stagnan. Omzet dari periode ke periode sudah tak bisa bertambah. Bisa karena pasar yang terbatas, bisa juga karena kemampuan internal usaha atau si pengusaha yang tak mendukung.”

Saya mengambil nafas panjang, dan kemudian diam.

”Yang ketiga dan keempat, Mas?” Bang Sinaga tampak tak sabar. Saya tersenyum lagi.

”Nggak sabar ya, Bang? Hehe.... Yang ketiga, kelompok ’Dogs”.

”Dogs?” desis Bli Wayan.

”Itu sekedar istilah, Bli. Jangan diartikan secara harfiah...,” kata saya sembari melebarkan senyum. ”Di kelompok ini, pendapatan dari usaha sudah lebih kecil dari biaya operasionalnya. Ia sudah mulai merugi, tapi sesungguhnya masih punya kemungkinan untuk dikembangkan lagi, karena sebenarnya peluang pasarnya masih ada. Tapi ini perlu effort yang cukup besar. Misalnya dengan divestasi atau penjualan sebagian aset.”

”Ooo... begitu ya. Yang keempat?” respon Bli Wayan.

”Yang terakhir, kelompok ’Question Marks”. Tanda tanya. Nggak jelas,” kata saya.

Saya sengaja diam, untuk memancing rasa penasaran teman-teman, sampai akhirnya, ”Apanya yang nggak jelas, Mas?” suara Bang Sinaga yang mengedepan.

”Iya, nggak jelas. Maksudnya, nggak jelas lagi kemampuannya untuk bisa menangkap peluang pasar. Cash flownya juga sudah negatif. Gampangnya, usahanya sudah rugi, dan sangat kecil kemungkinannya untuk bisa eksis kembali.”

Ketiga sahabat saya mengangguk-angguk.

”Lalu, apa hubungannya dengan penolakan pihak bank ke tetangga toko saya tadi, Mas?” ujar Bli Wayan, mengingatkan permasalahan utama diskusi ini.

”Nha, begini,” saya mulai menerangkan kembali.

“Pada prinsipnya, pihak bank hanya akan bersedia membiayai dua dari keempat kelompok kondisi usaha tersebut. Yang mana kira-kira, Bang?” saya meminta respon dari Bang Sinaga.

“Hmm..., ya yang pertama dan yang kedua lah. Yang ‘Star’ sama yang... eh, yang apa itu, Mas? Yang kedua?” jawab Bang Sinaga balik bertanya.

”Betul!” kata saya senang, ”yang ’Star” dan yang ”Cash Cows”, Bang.”

”Nha... itu.... ’Cash Cows’!” sahut Bang Sinaga lagi.

Mengangguk-angguk membenarkan, saya melanjutkan, ”Nah, di kedua tipe kondisi itulah bank ’bermain’, alias menyalurkan kreditnya. Kenapa? Karena bank butuh kepastian repayment capasity atau kemampuan membayar kembali dari si nasabah. Bahkan, untuk tipe ’Star’, bank perlu meyakinkan dirinya bahwa usaha si nasabah akan bisa berkembang lebih cepat dari sebelumnya, karena itu yang menjadi tujuan pemberian kreditnya.”

”Nah, sekarang coba kita tengok sendiri. Jika kita pengusaha, masuk ke kelompok yang manakah kita?” kata saya pada akhirnya.

Uda Mail manggut-manggut. Tampaknya ia mulai ’menilai’ kondisi tetangga tokonya, dibandingkan dengan kondisi teman tetangga tersebut, dan juga kondisi usahanya sendiri –mungkin--. Ia tampak akan menanyakan sesuatu kembali, ketika Bang Sinaga lebih dahulu memecah keheningan yang tercipta. ”Hey, dari tadi kita belum pesen minum nih!”

”Cak Rifaaaan....!!!” akhirnya, justru suara Bang Sinaga yang terdengar, memanggil satu sahabat lagi yang selama ini tak pernah lelah menemani diskusi-diskusi kami dengan mak nyus-nya minuman dan makanan kecil yang dijualnya.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008