Jumat, 19 Maret 2010
Nailpia, Mendulang Rupiah dari Perawatan Kuku Indah
Jenty Lim, Nailpia InternasionalKuku sehat, indah dan terawat menjadi dambaan setiap wanita. Namun sedikit sekali wanita yang peduli dengan kesehatan kuku. Kehadiran Nailpia tidak hanya mengajak mereka peduli dengan kesehatan kuku tapi juga memberi peluang bisnis yang ditawarkan lewat sistem franchise. Renny Arfiani
Secara kodrat wanita diciptakan kecantikan dan penuh keindahan. Untuk itu seyogyanya mereka bisa merawat kecantikan itu dengan baik. Mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki melalui berbagai treatment. Contohnya, perawatan rambut, wajah serta tubuh yang merupakan perhatian utama wanita dalam menjaga penampilan. Tak heran jika salon-salon kecantikan bermunculan bak jamur di musim hujan.
Dari begitu banyak salon yang ada, masih sedikit jumlahnya yang khusus memberi treatment perawatan kuku. Padahal, wanita kini menganggap perawatan kuku sama pentingnya dengan merawat anggota badan lainnya. Mereka beranggapan sehat atau tidak kuku mewakili kesehatan tubuh secara keseluruhan. Kian tingginya kesadaran wanita akan kesehatan kuku membuat treatment manicure-pedicur kian laris.
Di Indonesia salon khusus kecantikan kuku belum banyak dijumpai. Kebanyakan perawatan kuku masih digabungkan dengan salon perawatan tubuh lainnya. Tapi berbeda dengan salon milik Jenty Lim. Ia mendirikan salon kuku dengan nama Nailpia Internasional yang menciptakan tren perawatan kuku secara eksklusif. Melalui salon ini wanita bakal dimanjakan dalam hal perawatan tubuh yang berada di ujung jari tersebut.
Memang, Indonesia bukan kiblatnya tren kecantikan kuku. Perempuan di negeri ini belum semuanya peduli untuk merawat kuku. Sehingga muncul anggapan, jika ada yang nekat membuka salon khusus perawatan kuku maka siap-siap gulung tikar dalam waktu dekat. Karena selain sedikit peminatnya prospeknya kurang begitu cerah. Itulah yang dirasakan wanita yang biasa disapa Jenty saat pertama membuka usaha tanpa mendapat dukungan dari orang tua itu.
Meski dianggap kurang menjanjikan, ia punya keyakinan laisebaliknya. Jenty tetap nekat membuka salon dengan membujuk suami untuk memberikan modalnya. Lantas dari mana Jenty memiliki skill menghias kuku? Ia memang lulusan D3 akuntansi komputer, yang notabene tidak ada kaitannya dengan keahlian itu. Namun ilmu mendesain kuku ia peroleh dari hasil berguru dengan sejumlah ahli perawatan kuku atau sebut saja nailist di Korea, Jepang dan Amerika.
“Saya sering keluar negeri, ikut seminar-seminar seputar perawatan kuku. Ilmunya saya bawa pulang dan diterapkan di Indonesia, kemudian hari saya baru menyadari jika di Indonesia industri salon kuku tidak berkembang karena tidak ada training center-nya,” ujar pemilik PT Nailpia Internasional ini.
Nailpia InternasionalBerbekal pemikiran tersebut Jenty membuka training center untuk mencetak tenaga ahlinya, baru kemudian direkrut untuk menjadi pegawainya di salon kuku. Maklum, untuk membuat salon kuku eksklusif harus didukung tenaga yang ahli dibidangnya. Karena itu ia tak sembarangan memperkerjakan orang yang tak memiliki skill merawat dan menghias kuku. “Karena salon khusus kecantikan kuku ini tidak mudah maka dibutuhkan keahlian tersendiri sebab menyangkut desain dan seni. Jadi dibutuhkan orang yang mempunyai selera seni yang tinggi,” lanjut wanita kelahiran Tebing Tinggi 20 Mei 1970.
Di training center sendiri tak hanya untuk mencetak tenaga handal yang akan diperkerjakan sendiri namun juga diarahkan untuk bisa mandiri dengan membuka salon sendiri. Atau jika punya dana yang cukup bisa menjadi mitra dengan bergabung sebagai franchisee. Keprofesionalitasan yang ditunjukkan Jenty dalam mengurus salon kukunya ternyata membuahkan hasil, selain mendapat predikat sebagai salon kuku paling eksklusif, ia juga mampu mengembangkan sayapnya hingga mampu membuka salon kuku yang berjumlah 23 outlet.
Perkembangan yang pesat itu ia peroleh dari kejeliannya melihat peluang dengan sistem waralaba. Setelah sukses dengan sekolah kukunya ia melanjutkan dengan mewaralabakan merek Nailpia. Sama seperti ia merekrut pegawai untuk salonnya, Jenty mencari mitra yang serius untuk bekerja sama dalam arti bukan sekedar investasi. “Jika hanya punya uang untuk mendirikan salon buat apa. Nanti salonnya tidak akan berkembang karena orang yang seperti itu cenderung tidak turun tangan langsung mengurus salon. Padahal setelah saya survei, salon akan berkembang lebih cepat jika owner-nya yang pegang langsung,” jelas Jenty yang juga memiliki hobi melukis.
Meskipun demikian Jenty tidak menerapkan persyaratan yang terlalu njlimet. Semua urusan mulai dari isi form aplikasi sampai soft opening sudah di-handle oleh pihak franchisor. Calon franchisee tinggal terima jadi bahkan Nailpia akan membantu untuk mencarikan lokasi jika calon mitra tidak mempunyai rekomendasi tempat. Namun Jenty menyarankan agar calon mitra yang sama sekali tidak memiliki background tentang perawatan serta menghias kuku sebaiknya ikut training terlebih dahulu agar mudah menangani salon kedepannya.
“Kita akan mengajarkan calon mitra keahlian untuk menjadi seorang nailist dan skill cara menjalankan bisnis salon ini. Jadi seorang pemilik salon nantinya bisa meng-handle semua aspek. Layanan ini termasuk kedalam fasilitas yang akan diterima franchisee ketika bergabung,” papar Jenty .
Nailpia InternasionalUntuk mendapatkan peralatan salon beserta produknya ditambah desain salon dan training gratis untuk empat orang, Jenty menetapkan biaya investasi sebesar Rp150 juta untuk masa kerja sama selama tiga tahun. Perinciannya Rp75juta sebagai franchise fee dan sisanya untuk keperluan pembelian produk. Sementara untuk royalty fee dikenakan 10% dari omzet yang diperoleh franchisee dan baru ditarik pada bulan keempat.
Bagi calon mitra yang baru saja akan memulai bisnis salon kuku tak perlu khawatir sebab Nailpia akan membantu untuk urusan training, supporting sampai monitoring. Urusan supporting sudah jelas, Nailpia akan memasok kebutuhan produk pada salon milik franchisee. Sementara untuk monitoring, Nailpia akan melakukan pengecekan yang dilakukan secara periodik pada bulan keenam tahun pertama, bulan keenam tahun kedua dan diakhir masa kontrak.
Dengan berbagai kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan membuat banyak yang tertarik untuk menjadi calon mitra. Apalagi dengan prediksi pendapatan yang menggiurkan, seperti yang diungkapkan Jenty, franchisee bisa memperoleh omzet per bulan mencapai Rp100 juta. Tapi Jenty berusaha menerapkan prinsip bisnisnya, ia tidak ingin menerima proposal kerjasama tanpa mendalami terlebih dahulu karakter calon mitranya.
Jenty tak ingin usaha yang dibangun dengan menginveskan dana sebesar Rp1,5 milyar ini runtuh hanya kesalahan kecil dalam memilih mitra bisnis. Setelah bersusah payah membangun brand Nailpia, kini Jenty tinggal memetik hasilnya. Dari masing-masing salon waralabnya ia memperoleh pendapatan sekitar Rp90 juta dan dari sekolah kukunya sebesar Rp400 juta. Bagaimana? Menjanjikan bukan?s7