Coba apa yang terpikir saat menyimak angka-angka di bawah ini? Di Jakarta yang berpenduduk sekitar 8 juta atau kurang-lebih 2 juta kepala keluarga, diprediksi hanya kurang dari 0,5 % yang terjamah jasa binatu. Pada 2007 ini, ditengarai angkanya baru sedikit meningkat dibandingkan angka tahun lalu yang diperkirakan sekitar 5.000 kepala keluarga.
Padahal, pergeseran gaya hidup serta tuntutan kebutuhan ekonomi menyebabkan sebagaian besar penghuni Jakarta menjadi keluarga super sibuk. Hampir semua anggota keluarga, baik suami maupun istri dituntut memiliki mobilitas tinggi dan menghabiskan sebagian besar waktunya pada aktifitas di luar rumah. Hal itu tidak ayal menyebabkan beberapa urusan di dalam rumah kurang menjadi perhatian karena setelah lelah seharian bekerja yang terpikir sesampai di rumah adalah istirahat. Pekerjaan mencuci dan menyetrika baju misalnya, kerap kali menjadi urusan yang merepotkan sehingga butuh bantuan orang lain sebab mau tidak mau penampilan yang bersih dan trendy diperlukan untuk mendukung setiap kegiatan.
Maka tidak salah apabila laundry merupakan salah satu bisnis jasa yang pasti akan terus berkembang. Tidak hanya di Jakarta, di kota-kota besar lainnya pun, pasarnya cukup menggiurkan. Di Jogjakarta yang tercatat memiliki 300.000 mahasiswa dan pelajar, konon bisa menghasilkan perputaran omset tidak kurang dari Rp 1,5 miliar per bulan. Dan ini hanya dinikmati 300-an laundry. Secara garis besar, saat ini berkembang dua jenis binatu berdasarkan model penghitungan biaya. Yang terlebih dahulu ada yakni berdasarkan jumlah pakaian per potong, kemudian menyusul model laundry dengan mengitung berat cucian atau laundry kiloan yang belakangan mulai marak.
Fenomena yang disebut terakhir ini cukup menarik. Sekarang bayangkan saja, misalkan 10% dari 2 juta keluarga di Jakarta dengan rata-rata terdiri 4 orang anggota bisa tergarap maka sama artinya terdapat 800.000 orang minta dilayani. Apabila setiap hari masing-masing mempunyai pakaian kotor sebanyak 1,5 kg pakaian berarti 1.200 ton siap dicuci. Itu baru sejumlah konsumen dari keluarga dan belum menghitung pangsa pasar lain seperti jutaan kamar penginapan dan hotel, masih ditambah restoran dan lain-lain. Bisa dipastikan omset yang mampu diraup mencapai triliunan rupiah per bulan!
Peluang menggiurkan itulah yang ditangkap para pengusaha sehingga banyak binatu baru mulai bermunculan. Contohnya Fasolia Winda dan Litha Aprilyanti yang bekerja sama mendirikan Umi Klin. Meski baru beroperasi mulai 1 Maret 2007 tetapi bisnisnya mulai dirintis sejak bulan Januari dengan mengusung konsep laundry kiloan. Bermarkas di kompleks perumahan di kawasan Bekasi maka pasar utama yang dibidik tidak lain adalah para keluarga yang menjadi penghuni perumahan.
Mengaku tidak mau membuka usaha asal jadi Winda melakukan berbagai persiapan, di antaranya survei laundry kiloan sejenis yang telah lebih dahulu ada. Menariknya jebolan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya itu menerapkan strategi yang agak berbeda untuk pengembangan usaha. Ia mengamati bisnis laundry pada umumnya mengoperasikan usahanya dulu baru disusul pembukaan agen-agen, sehingga perkembangannya lebih lambat. “Dari awal saya berkesimpulan kalau saya berdiri tanpa bantuan dari mitra-mitra, perkembangannya akan lambat sekali. Maka sebelum jalan, saya berusaha menghubungi orang-orang yang bersedia menjadi agen,” ungkap mantan aktifis bidang pendekatan personal itu.
Sehingga sejak awal buka, dikatakan, sudah terdapat 15 agen dan sekarang telah menjadi sekitar dua puluhan orang. Uniknya mereka ternyata bergabung tidak semata-mata gratis tetapi dibebani biaya stater pack spanduk maupun brosur. Sebab bukan hanya sebagai tempat transit, agen dituntut aktif pula melakukan penawaran jasa ini di wilayah tertentu termasuk menawarkan bentuk kerja sama ke rumah-rumah sakit, misalnya Besarnya biaya kemitraan tidak sama, tetapi tergantung bargain poweryang disesuaikan kondisi perusahaan. Artinya semakin banyak jumlah agen yang terdaftar, nilai rupiahnya juga semakin tinggi. “Biaya itu sekaligus berfungsi sebagai motivator,” imbuhnya.
Dengan mengandalkan kekuatan jaringan seperti itu Winda serta Litha bisa berbangga karena keduanya hanya membutuhkan waktu dua minggu untuk memenuhi target mencuci 110 kg per hari. Sedangkan pada laundry yang memakai strategi konvensional dibutuhkan setahun lebih untuk bisa mencapai target 100 kg lebih per hari. Dengan modal investasi sekitar Rp 40 juta dan cukup 3 unit mesin cuci masing-masing dapat beroperasi 5 kali dalam sehari, pada bulan pertama sudah mampu menghasilkan pemasukan sekitar Rp 15 juta.
Agar jasa yang ditawarkan mudah diterima oleh konsumen dua wanita kelahiran Sumatera Selatan ini berusaha membuat berbagai variasi yang fleksibel. Di samping layanan standar cuci plus setrika dengan tarif murah Rp 5.500,00 per kilo, mereka juga menawarkan paket jasa setrika pakaian dengan biaya Rp 3 ribu. Umi Klin bahkan mempunyai program sistem out source, pelanggan boleh mencuci sendiri pakaian kotor mereka dengan biaya Rp 3 ribu tiap setengah jam, atau sama dengan Rp 6 ribu per jam. Ada juga paket hemat keluarga dengan biaya sebesar Rp 250 ribu per bulan yang bisa dibayarkan setelah menerima gaji bulanan serta layanan antar-jemput maupun pilihan bagi konsumen apakah pakaian tersebut hendak dilipat ataukah digantung.
Melihat prospek usaha yang cukup cerah istri Allan Demon itu juga sudah melirik kemungkinan kerja sama waralaba walaupun belum genap berusia setengah tahun. Disebutkan saat ini meskipun belum terdapat penawaran resmi namun paling tidak sebanyak 8 calon franchisee menyatakan berminat, dua di antaranya dari Bogor serta Bangka-Belitung. “Pada dasarnya untuk bisnis laundry tidak terlalu terpengaruh lokasi. Kuncinya adalah kemampuan membentuk agen-agen di berbagai daerah. Saya tidak mau ada lebih dari satu agen di wilayah yang sama,” Winda mengungkapkan keyakinannya. Walau begitu diakui pula tingkat persaingan yang terjadi cukup tinggi sehingga mengatasinya harus dengan memperkuat kualitas pelayanan termasuk cara mendekati costumer dengan sikap keramah-tamahan.
Sikap optimis juga ditambahkan Litha karena melihat celah pasar lumayan lebar, yakni banyaknya keluarga sibuk, sementara mendapatkan pembantu rumah tangga yang bisa dipercaya gampang-gampang susah. “Keuntungan di Jakarta dibandingkan dengan kondisi di daerah, daya beli lebih tinggi dan kuantitas warganya lebih banyak,” tukasnya.
Analisa Bisnis Laundry Kiloan
Investasi usaha Rp 40.000.000,-
Penghasilan (Asumsi 100 kg cucian/hari) Rp 550.000,- X 30 hari Rp 16.500.000,-
Biaya operasional Rp 9.000.000,-
---------------------
Keuntungan bersih per bulan Rp 7.500.000,-
Kesimpulan: Investasi sudah kembali pada 6 bulan pertama