Meski ada konsep harga yang agak mirip, namun harga kelipatan Rp 5.000 merupakan yang pertama di Indonesia. Franchise-nya layak dicoba
Wiyono
Image Bisnis ritel selalu menarik sebab menjanjikan perputaran modal cukup cepat sehingga diharapkan modal investasi pada akhirnya kembali dalam waktu tidak begitu lama. Selain itu orang kerap beranggapan usaha ini tidak membutuhkan operasional yang terlalu rumit. Banyak yang menjadikannya sebagai pilihan usaha yang paling tepat dengan kedua alasan di atas.
Apabila di antara pembaca pun tengah berancang-ancang terjun di bidang ini, ada baiknya terlebih dahulu membuat persiapan bisnis memadai. Maklum, sejatinya tingginya tingkat persaingan usaha menyebabkan bisnis ritel tidak sesederhana kelihatannya. Fakta usaha eceran bukan hanya monopoli para pemodal kecil, melainkan melibatkan hingga jaringan perusahaan-perusahaan kelas kakap semisal Matahari, Hypermart, Carefour, dan lain sebagainya memberi bukti bahwa pangsa pasar ini tidak main-main. Maka biasanya berlaku hukum seleksi pasar, usaha yang mampu eksis dan berkembang adalah karena memiliki nilai lebih ketimbang kompetitornya, baik dari segi pelayanan, produk, maupun konsep usahanya.
Atau, jika modal sudah tersedia namun tidak ingin pusing-pusing membangun ritel dari nol, cara yang dapat ditempuh salah satunya dengan menjadi franchisee bisnis ritel yang sudah ada. Seperti dikatakan Edi Suhelda, Manajer Operasional Toko K5, melalui waralaba jauh lebih mudah serta kemungkinan resiko kecil, karena sistem dan barang sudah lancar. “SOP, distribusi, SDM, sudah siap semua, pokoknya tinggal kasih duit saja,” ujar pria yang baru-baru ini tengah giat mengembangkan jaringan Toko K5.
K5 (baca: kei faiv) merupakan toko ritel dengan memakai konsep harga kelipatan Rp 5 ribu pada setiap barang yang dijual. Jadi item produk di dalamnya mulai dari barang yang berharga Rp 5.000dan kelipatannya, Rp 10.000, Rp 15.000 dan seterusnya. Karena jenis barangnya beragam, tentu saja harganya tidak bisa selalu tepat Rp 5 ribu atau kelipatannya. Tidak perlu risau, jika ada barang seharga Rp 7,5 ribu, misalnya, maka akan dibundel terdiri atas dua pcs barang sehingga menjadi Rp 15 ribu. Demikian pula dengan yang lain, ada dua pcs barang Rp 5.000, tiga pcs Rp 10.000, dan sebagainya. Itu pun tidak harus barang-barang satu jenis yang dijadikan satu.
Sebab, kalau diamati, produk-produk yang dijual sengaja dipilih item menarik yang tengah tren, atau sedang dan akan laris di pasaran. Malah dijelaskan, untuk produk yang umum banyak digunakan, di tempat itu djual dengan harga lebih murah dibandingkan di tempat lain. Produk-produk seperti itu juga acap dijadikan sebagai produk unggulan dengan harga khusus pada periode tertentu, seperti promosi bulanan, triwulanan, enam bulanan (masa liburan sekolah), maupun produk akhir tahun.
Jaringan toko tersebut mulai dikembangkan sekitar tahun 2003. Tetapi PT. Edison Retail Indonesia itu sendiri sudah beroperasi sekitar 15 tahunan bergerak dibidang ritel, khususnya dalam bentuk FO (factory outlet) produk pakaian, importir juga sekaligus distributor produk-produk melamin dari Cina, dan termasuk yang mempopulerkan boneka dora maupun spongebob di Indonesia.
Image Pada awalnya sudah ada sekitar 15 buah cabang, dan semenjak mulai ditawarkan menjadi franchise kini jaringan toko K5 sudah bertambah menjadi total 36 cabang. Lokasi tersebar di wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah dan Bali. “Pada intinya akan kami kembangkan ke seluruh Indonesia, tetapi step by step, jadi diutamakan untuk wilayah yang masih terjangkau, khususnya agar pengiriman cepat sampai,” ujar Edi yang hingga pada akhir tahun 2008 mempunyai target pertambahan sebanyak 15-20 toko lagi, meliputi Jawa, Bali, serta mulai masuk ke Sumatera.
Mengingat tingkat daya beli masyarakat sebagian besar menengah ke bawah, ayah empat putra itu yakin, toko dengan konsep seperti K5 akan bisa berkembang lebih cepat. Apalagi, disebutkan, produk yang dijual terutama produk-produk yang benar-benar dibutuhkan dan dicari pembeli. Yakni mulai dari toys, stationary, alat-alat rumah tangga, aksesoris wanita, anak-anak dan remaja, aksesoris kendaraan, serta tool kit (alat-alat tukang). Maka, meskipun mengaku tidak memegang data omset penjualan secara pasti, dengan harga-harga barang yang dijamin masih bersaing dengan jenis barang lain di pasaran, dia optimis usaha tersebut memiliki potensi berkembang cukup besar.
Sebab, ia beralasan, sering terjadi, konsumen merasa enggan masuk ke sebuah toko karena merasa harganya mahal. Dengan memakai konsep harga kelipatan Rp 5.000 akan memberikan kesan awal, konsumen tersebut mampu membeli produk di outlet K5. “Padahal tidak jarang akhirnya mereka tidak enggan membeli barang seharga Rp 50.000 atau lebih karena melihat keunikan suatu produk yang jarang dijumpai di toko lain,” imbuh Edi.
Diakui, hampir 80% dari jenis barang yang terpajang merupakan produk impor. Sementara itu nilai penjualan masing-masing cabang sangat bervariatif, salah satunya karena dipengaruhi lokasi serta luas toko yang berarti disesuaikan pula dengan macam dan jumlah dagangannya. Sebagai gambaran, outlet K5 seluas 40 m2 dengan nilai investasi awal sebesar Rp 175 juta, rata-rata memiliki omset penjualan berkisar Rp 45 juta-Rp 100 juta plus profit margin 25%. Dalam kondisi normal, Edi memberikan jaminan modal kembali (ROI) diperoleh dalam waktu kurang dari 1,5 tahun.
Walau terdapat sekian banyak toko-toko yang memakai sistem satu harga atau dua harga, namun Edi menampik anggapan akan adanya persamaan konsep. Justru, dia katakan, K5 jauh hari sudah menghindari konsep satu atau dua harga karena menurutnya memiliki kelemahan, pada akhirnya akan tertinggal oleh barang-barang berkualitas demi mengejar harga jual yang terbatas. Sebaliknya dengan menyediakan barang seharga Rp 5 ribu hingga tak terbatas, bisa terus melakukan update karena produk berkualitas otomatis harganya pun tinggi pula. “Konsep kelipatan lima ribu merupakan konsep baru, di Indonesia,” tukasnya. “Kompetitor kita saat ini belum ada,” imbuhnya.
Lebih lanjut, melihat besarnya animo masyarakat terhadap tren bisnis ke arah franchise pada akhir-akhir ini pihaknya menawarkan dua model peluang, business opportunity serta franchise murni tetapi memiliki kelebihan dibandingkan tawaran franchise lain karena no franchise fee (pewaralaba tidak usah membayarkan franchise fee). Untuk model yang pertama, investor cukup membayar sejumlah nilai barang, biaya interior, eksterior, promosi, papan nama. Besarnya pun tidak ditentukan sama alias luwes, tergantung lokasi dan luas toko, masing-masing tidak sama. Contohnya, untuk lokasi berukuran 20 m2, investasinya paling sedikit Rp 60 juta.
Jadi intinya, investor cukup menyediakan lokasi dengan finansial sesuai kebutuhan luas area toko, dan selanjutnya akan menerima sistem bagi hasil sebesar 10% dari omset penjualan dengan tanpa menangani operasional toko sama sekali. “Umpama omsetnya Rp 100 juta, ia langsung akan mendapatkan Rp 10 juta, sedangkan semua biaya operasional, gaji karyawan, listrik, dan sebagainya kita yang tanggung,” tegas pria kelahiran Palembang itu.
Untuk pilihan investasi kedua, yakni bagi para investor yang mengelola langsung usahanya dengan ketentuan perolehan margin minimal 25%, serta support mulai dari SOP, sistem manajemen, hingga training bagi karyawan yang hendak ditempatkan. “Investasi no risk, misalkan investor berinvestasi Rp 100 juta maka uang tersebut utuh. Pada akhir masa perjanjian, atau setelah lima tahun dikembalikan 100%. Jadi uangnya tetap utuh, dan setiap bulan mendapatkan bagi hasil omset 10%. Misalkan mau dikelola sendiri bagi hasilnya 25%,” Edi meyakinkan. Anda berminat?
Analisa Bisnis Franchise K5:
Perkiraan Investasi Awal (untuk toko seluas +/- 40m2):
- Biaya Barang:
Barang dagangan: Rp 60.000.000,00
Jaminan belanja: 20.000.000,00
T o t a l belanja: Rp 80.000.000,00
- Biaya promosi dan praoperasional: 15.000.000,00
- Biaya renovasi tempat dan peralatan: 80.000.000,00*
Perkiraan jumlah investasi awal: Rp 175.000.000,00
Illustrasi Perhitungan Modal Kembali (Pay Back Period):
Investasi awal :
Rp. 175.000.000
Penjualan (per tahun) :
Rp. 540.000.000
Keuntungan kotor
(Rata2 25%) :
Rp. 135. 000.000
- Biaya gaji
Rp. 30.000.000
- Biaya listrik/air
Rp. 12.000.000
- Biaya stationery
Rp. 4.000.000
T o t a l
Rp. 46.000.000
Keuntungan bersih
Rp. 89.000.000
Modal kembali dalam: Rp. 175/Rp. 89 = 1.9 tahun
Catatan:
*Nilai investasi renovasi tempat dan peralatan tergantung lokasi.