SUDALMI
Batik, kini menemukan momentumnya. Setelah diakui sebagai salah satu kekayaan Indonesia yang perlu dilestarikan dan dilindungi oleh Badan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, batik kini semakin membanggakan.
Semua orang mulai menyukai kembali batik, dan mulai lagi mencintainya. Kenapa ya nggak dari dulu-dulu?
Bicara batik tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan Sudalmi (68). Ibu lima anak ini hampir seluruh hidupnya didedikasikan kepada batik. Bukan sebagai perajin atau pembatik, tetapi sebagai saudagar batik sejak 50 tahun lalu.
Sejak usia remaja, Sudalmi telah bergelut di dunia batik, sebagai karyawan dari seorang juragan batik di Pasar Bringinharjo, Yogyakarta. Dunianya seakan akrab dengan batik, setiap hari. Pegalaman inilah yang mengantarkannya menjadi seorang juragan batik, hingga memiliki 6 kios batik di lokasi yang sama saat ini.
Masa-masa keemasan emas berjualan batik pernah ia lalui. Setelah bisnis konveksi merajalela, dan masyarakat mulai meninggalkan batik, Sudalmi tetap konsisten dan bertahan dengan bisnisnya berjualan batik di Pasar Bringinharjo.
Sepuluh tahun lalu, ketika pasar batik mulai benar-benar melemah, sesekali Sudalmi berekspansi menjual produk-produk batiknya ke Bali. Ia tak segan-segan berhari-hari berjualan batik di Denpasar untuk menjaring pembeli batik dari turis manca negara. Namun peristiwa Bom Bali juga membuyarkan langkah-langkahnya. Ia akhirnya kembali ke Pasar Bringinharjo, dan berharap masyarakat melirik kembali batik.
Berbeda dengan penjual batik lainnya, Sudalmi oleh para penggemar batik tidak hanya sekedar penjual, tetapi ia adalah seorang ‘pakar’ yang memahami seluk beluk batik. Kepada pelanggannya ia juga tidak sekedar menjual ‘kain’ batik, tetapi menjual kebudayaan. Misalnya ia akan menjelaskan asal usul batik, bahan yang digunakan, serta jenis batik.
Bagi anda yang tidak mengerti batik, pasti anda tidak memahami, apakah batik tersebut jenis batik cap atau batik tulis. Di sinilah uniknya membeli batik dari Sudalmi. Kepada para pelanggannya Sudalmi memberi pengetahuan tentang batik.
“Kalau ada kain yang ujung gambarnya lancip dan lurus bisa dipastikan bahwa itu adalah batik cap, sedangkan batik tulis biasanya ujung-unung gambar pada batik tumpul. Demikian juga dengan warna batik. Kalau warnanya sama antara di depan dengan di belakang, berarti itu batik tulis, tetapi kalau warna di depan berbeda dengan di belakang maka dapat dipastikan itu jenis batik cap ,” cetus suami dari almarhum Sudaryono yang juga pengusaha ini.
Karena itulah, harga batik tulis dengan harga batik cap tentu berbeda, karena pengerjaannya juga berbeda.
Soal harga, Sudalmi juga memberikan harga terbaik bagi pelanggannya. Ia memiliki pelanggan bukan hanya di Yogyakarta, tetapi hampir seluruh penggemar batik di seluruh Indonesia.
“Kalau di rumah, ibu juga membuka kios batik yang melayani ibu-ibu hampir dari seluruh Indonesia,” ujar Suryadi (41), salah satu putra Sudalmi yang juga menekuni dunia batik.
Kini ketika batik kembali bersinar, dan semakin banyak yang menggunakan, bisnis Sudalmi kembali bersinar lagi. Setiap ada pameran tentang batik, atau pameran UKM, ia selalu hadir, baik di Jakarta maupun kota-kota lain di Indonesia. Ia juga mengambil stand terbaik, dengan ukuran yang selalu besar. Bukan apa-apa, penggemar batik yang ‘mengerubuti’ Sudalmi selalu membludak.
Dalam menjual batik, Sudalmi juga menyediakan beragam batik dari berbagai daerah, mulai dari batik Yogyakarta, Solo, Semarangan, Cirebon, hingga Pekalongan dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp50ribu hingga mencapai Rp3 juta per potongnya. Kelebihannya berbelanja di Sudalmi, Anda tidak akan tertipu. Kalau kurang puas, anda juga dapat menukar jika bertemu di lain waktu.
Hingga tidak heran jika, dalam satu even pameran, Sudalmi dapat menghabiskan tak kurang dari 20 ball, atau setara dengan 4000 potong batik yang langsung dibawanya dari Yogyakarta. Mau belanja batik, silakan kontak di telepon 08567754491.