Jumat, 19 Maret 2010
Bersama Melia, Uang Mengalir Bagai Air
Melia Laundry & Dry CleaningDalam tempo tiga tahun setelah diwaralabakan, Melia Laundry & Drycleaning berkembang pesat sehingga telah merambah 24 kota di Indonesia. Kiatnya?
Sukatna
Melia, bukan hanya sebuah nama yang mudah diingat. Melainkan juga mengandung maksud dan doa. “Melia berasal dari kata Milio (bahasa Jawa yang berarti mengalir). Jadi dengan nama tersebut saya berdoa semoga rejeki saya dan franchisee terus mengalir,” ungkap pemilik waralaba Melia Laundry & Drycleaning, Fen Saparita di kantor pusatnya Jalan Sengon No 1 Janti, Jogjakakarta, beberapa waktu lalu.
Sepertinya doa Fen Saparita terkabul. Dalam tempo tiga tahun setelah diwaralabakan workshop Melia sudah tersebar di seluruh kota di Indonesia. Padahal, pada saat mendirikan Melia, Fen berangkat dari nol. Artinya, dia tidak tahu tentang bisnis laundry dan pemasarannya. Berkat kesabaran dan kualitas layanan, akhirnya Melia terus berkembang. “Awal mendirikan sampai tiga bulan pertama saya tidak mendapatkan konsumen,” akunya mengenang.
Namun setelah membuka outletnya di Hero Jogjakarta, nama Melia pelan tetapi pasti terus merangkak dan akhirnya melesat seperti sprinter. Bahkan, Fen diminta oleh mantan bos maupun mantan rekan kerjanya di Jakarta untuk mengeset laundry di sejumlah daerah. “Pada waktu masih beli putus karena saya belum mewaralabakannya,” terang Fen.
Setelah mendapat masukan dari Purdie Chandra, bos Primagama, Fen mulai mewaralabakan Melia Laundry. Pengalamannya membesarkan bisnis laundry dari nol membuat Fen memiliki banyak trik dan strategi untuk memenangkan pasar. Ini sangat membantu para franchisee-nya. Bahkan sejumlah franchisee Melia mencatat kinerja yang fenomenal, di antaranya Melia Laundry Bali. “Dalam tempo enam atau tujuh bulan setelah berdiri, Melia Laundry Bali sudah membukukan omset 300 potong pakaian per hari. Padahal untuk mencapai omset tersebut, saya sendiri membutuhkan waktu lima tahun,” ujar Fen.
Ini tidak terlepas dari kejelian Melia Laundry membidik pasar. Di Bali ada sebuah laundry asing yang membidik segmen A+, A dan A-. Fen melihat bahwa segmen kelas A- dan B+ belum tergarap, maka Melia langsung meng-create pasar tersebut. “Mutu layanan bisa dikatakan sama tetapi dari sisi harga, kami sangat kompetitif. Misalnya, pesaing mematok harga Rp 18 ribu per potong, kami Rp 10 ribu per potong. Dari sinilah konsumen Melia terus membengkak,” kata Fen mengungkapkan strateginya.
Strategi menggarap pasar kelas A- dan B+ ini ia terapkan hampir di semua workshop Melia di PulauImage Jawa. Namun untuk luar Pulau Jawa, layanan Melia sudah masuk ke kategori A+, A dan A-.
Strategi lain yang dilakukan Melia selain menciptakan pasar B+ adalah memperluas jaringan untuk menjemput konsumen. Oleh karena itu selain mewaralabakan workshop, Fen juga menjual outlet, yang berfungsi sebagai jaringan pemasaran. “Harganya cuma Rp 5 juta. Pada waktu ada pameran franchise di Jogjakarta peminatnya sangat banyak sehingga harus antre,” senyum Fen.
Uniknya lagi, Fen memberikan kesempatan franchisee yang membeli workshop Melia untuk menjual outlet. Kalau franchisee berhasil menjual 20 outlet maka uang investasi yang ditanamkan ke Melia akan impas. “Di Bali dalam waktu singkat sudah berhasil menjual tujuh outlet,” ucapnya.
Analisis Bisnis Workshop Melia Laundry
Perkiraan Investasi
Biaya Survei ( Pulau Jawa)
Franchise fee
(Termasuk mesin-mesin produksi dan bahan baku awal)
Kendaraan operasional box
Sewa ruko 2 tahun @ Rp 30.000.000
Renovasi
Pembuatan counter workshop& papan nama
Lain-lain
Total
Rp. 1.500.000
Rp. 250.000.000
Rp. 40.000.000
Rp. 60.000.000
Rp. 25.000.000
Rp. 25.000.000
Rp. 15.000.000
Rp. 416.000.000
Perkiraan Pendapatan per hari
Asumsi jumlah barang masuk
-pakaian: 100 potong/hari @ Rp 10.000
-barang besar: 50 potong/hari @ Rp 25.000
Subtotal
Fee agen 20%
Total pendapatan per hari
Rp. 1.000.000
Rp. 1.250.000
Rp. 2.250.000
Rp. 450.000
Rp. 1.800.000
Perkiraan Pendapatan per bulan
Hari kerja 25 @ Rp 1.800.000
Royalty fee 8%
Marketing fee
Biaya operasional 60 %
Laba
Rp. 45.000.000
Rp. 3.600.000
Rp. 675.000
Rp. 27.000.000
Rp. 13.275.000
*Royalty fee dibayar setelah bulan ke-6
Marketing fee dibayar setelah bulan ke-12
MarkNet, Bukan Sekadar Bisnis Warnet
MarknetJangan jadikan warnet hanya sekadar bisnis halo-halo, tetapi juga bisa menjadi outlet pemasaran. Caranya? Gabung dengan MarkNet. Wiyono
Permodalan dan pemasaran merupakan kendala utama bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Lahirnya beberapa business solution atau pun business services, di antaranya MarkNet, merupakan usaha untuk mengatasi persoalan tersebut, khususnya di bidang pemasaran.
Sonson Garsoni, sudah tiga tahun mengembangkan MarkNet. Dia yakin jasa ini memiliki prospek bagus mengingat persaingan global menuntut adanya kemajuan secara cepat dalam merespon peluang pasar. Menurutnya, akibat kurangnya kemasan, promosi dan pencitraan produk oleh para pengusaha kecil membuat banyak produk bagus terpaksa dijual secara manufacturing contract basis dengan perusahaan besar dari Malaysia, Singapura dan "negara pedagang" lainnya. Perusahaan prinsipal inilah yang mengembangkan kemasan, merk (branding) dan mendistribusikan ke pelanggan (placement) serta menetapkan harga (price policy). Ujung-ujungnya pengusaha ibarat sekadar penyedia produk generik, sementara nilai tambah (value added) harga diperoleh oleh perusahaan prinsipal.
“Para pengusaha harus menyadari tantangan itu. Namun, jika mereka ingin memiliki dan mengelola peralatan marketing sendiri juga kurang efisien, sehingga celah inilah yang digarap oleh MarkNet dan prospeknya sangat bagus,” tukas lulusan IPB, Sosial Ekonomi Pertanian tahun 1984 tersebut.
Sesuai namanya, MarkNet menyediakan jasa layanan bisnis paripurna dan pemasaran dalam satu atap, dengan target pasar kelompok usaha kecil yang umumnya memang tidak efisien jika memiliki dan menjalankan aneka peralatan IT, multi media serta internet sendiri. Masih terbatasnya skala usaha, seringkali membuat peralatan seperti itu memiliki iddle capacity atau kurang terdayagunakan secara optimal. Disamping sifat teknologi yang cepat berubah.
Direktur PT. Paska KONSULTAN itu mengisahkan, MarkNet sebenarnya merupakan salah satu unit usaha yang dimilikinya dan telah ada sejak 2004. Sementara, Paska KONSULTAN sendiri, pada awal pendiriannya adalah perusahaan layanan jasa konsultasi dalam bidang manajemen, pertanian, lingkungan dan pemasaran. Di samping menjalankan layanan jasa konsultan berdasar pesanan instansi pemerintah maupun swasta, sekitar 10 tahun terakhir, PT Paska KONSULTAN melakukan kegiatan penelitian aksi (action research) dengan melakukan pendampingan usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKM).
“Kegiatan kami di antaranya mentrasfer informasi, baik tentang standar produk, cara produksi, trend permintaan pasar dan kemasan produk, juga pendampingan usaha, yaitu menguatkan kinerja pemasaran para usahawan,” papar Sonson. Didirikan di kota Bogor, aktivitas yang dijalankan sejak selama kurun waktu antara tahun 1985-2004 sudah menjangkau kota-kota di Jawa Barat serta beberapa kota lain di seluruh Indonesia.
Karena sejak awal memiliki concern di bidang industri pertanian, maka target client pada saat itu umumnya perusahaan yang bergerak dalam usaha produksi produk olahan makanan kecil, kerajinan kayu, pupuk majemuk, pupuk urea tablet, komposter pengolah sampah organik, pupuk organik kompos, serta aneka pangan olahan. Selain itu terdapat pula beberapa produk herbal atau tanaman berkhasiat, dan juga beberapa hasil pertanian sehat yang bebas kimia, seperti beras, teh hijau (green tea), kopi dan sejenisnya yang dibantu pemasarannya.
Mengenai terbentuknya MarkNet, Sonson bertutur, ia memiliki beberapa alasan sehingga tertarik mengembangkan sarana pemasaran yang ditunjang investasi peralatan multi media, TI dan komputer tersebut. “Berdasar pengalaman, kelemahan daya saing para UKMK, antara lain lambat ketika merespon peluang pasar. Banyak produk bagus namun kurang dalam hal promosi, kemasan, penempatan dan pelayanan kepada pelanggan. Serta akibat dari inefisiensi sehingga kalah dalam kompetisi harga,” tukasnya.
Setidaknya hingga 2004, ia belum melihat adanya suatu layanan satu atap (one stop business services). Pada saat itu pengusaha pemula atau pengusaha kecil harus mendatangi wartel untuk komunikasi atau mendatangi warnet untuk layanan internet di tempat terpisah. Demikian pula mereka itu masih perlu mendatangi berbagai tempat layanan dokumen seperti foto copy, percetakan dan VCD movie maker ketika harus melayani suatu peluang pasar tertentu.
Sonson ingin mengembangkan layanan yang sifatnya B to B, baik itu bagi para pengusaha yang menjadi klien tetap melalui keanggotaan maupun yang sekadar menghendaki pelayanan berdasarkan kasus per kasus. Fasilitas yang disediakan meliputi layanan internet dan komputer, layanan multi media, expo and presentation equipment services, herbal corner services, juga layanan konsultansi dan training berkenaan dengan kemasan produk, pemasaran, promosi dan distribusi. Jenis layanan terakhir ini diberikan pada jam dan hari tertentu sesuai kesepakatan/ kontrak order dengan tarif per jam bicara (talking hour basis).
”Ada pula layanan entrepreneurship training bagi kelompok minimal 15 orang per angkatan dalam berbagai bidang di antaranya usaha pupuk organik/ kompos, usaha jasa kebersihan/ pengelolaan sampah kota, internet marketing (adwords, blog marketing, template upload), serta pelatihan usaha komoditas agribisnis (buah, sayuran, tanaman obat dan tanaman hias), baik melalui trainning dengan system kelas, trip atau wisata, serta media pertemuan lainnya,” imbuhnya.
Saat ini MarkNet mempunyai tiga buah outlet. Salah satunya menempati lantai 1 gedung Graha Kadin Kota Bandung. Maka tak heran, para pelanggannya kebanyakan pengusaha yang tergabung di asosiasi perusahaan dan anggota Kadin. Jaringan MarkNet lainnya juga berasal dari para usahawan mikro yang tergabung dalam UPPKS (Usaha Peningkatan Kesejahteraan Keluarga).
“Investasi pertama kali mencapai angka diatas Rp 1 miliar. Namun selanjutnya, di dalam pengembangan gerai atau outlet, karena database, server dan sistem manajemen sudah cukup tersedia, investasi berikutnya menjadi lebih kecil, berkisar Rp 200 juta/gerai,” ungkap Sonson, direktur sekaligus pemilik beberapa perusahaan lain, seperti CV. Sinar Kencana, CV. Agriprima Sembada dan Braga Niaga Entreprises ini.
Sonson berniat bekerjasama membidik usahawan warnet. Nilai franchise yang ditawarkan senilai Rp 200 juta, tanpa royalty fee. “Usaha warnet akan menjadi embrio bagus menjadi MarkNet,” ujarnya.
Perlu diketahui, sebagian pendapatan MarkNet adalah perolehan margin sebagai outlet pemasaran dari berbagai produk KencanaArticles, khususnya penjualan online dan hasil pendampingan UKMK. Omset rata-rata dari masing-masing gerai Rp 60 juta/bulan. “Jadi MarkNet bukan sekadar warnet, tetapi juga outlet pemasaran produk UKMK dengan dukungan internet sebagai infrastruktur (backbone) dalam layanan komunikasi product knowledge, data stock, komunikasi dengan pelanggan dan lainnya,” tegasnya.
Butik Doggy, Lucunya… Bisa Melihat Hewan Kesayangan Bergaya
Augustine Sally, Butik DoggyKini hewan pun berpakaian selayaknya manusia. Bukan hanya sekedar bergaya tapi juga untuk melindungi tubuh hewan kesayangan. Renny Arfiani
Begitu lucunya melihat tingkah sekawanan anjing berlenggak-lenggok di atas catwalk, berpakaian layaknya manusia. Berjalan dengan penuh gaya seolah mereka sedang memamerkan baju-baju yang dikenakan. Pemandangan seperti itu jamak disaksikan pada acara-acara yang digelar untuk memeriahkan kontes anjing. Bermacam jenis baju hewan, khususnya anjing biasa diperagakan pada acara tersebut. Penampilan para doggy ini pun menjadi kian menggemaskan.
Kok iseng amat sampai-sampai ada yang mau bikini baju buat si doggy? Bagi pemilik hewan apapun akan akan dilakukan untuk menyenangkan binatang kesayangannya. Termasuk memberikan Butik Doggypakaian beserta aksesorinya yang menelan dana tidak sedikit. Apalagi, komunitas pecinta hewan semacam ini jumlahnya cukup banyak. Dan ini memancing tumbuhnya ide kreatif bagi beberapa pengusaha muda yang melihat peluang bisnis untuk menyediakan kebutuhan baju hewan itu.
Adalah Augustine Sally salah seorang yang memiliki ide tersebut. Sally beranggapan kebutuhan akan baju anjing kini bukan semata-mata untuk tujuan bergaya. Tapi dimaksudkan untuk melindungi tubuh hewan itu sendiri. “Biasanya si pemilik memakaikan baju untuk hewannya dengan alasan mencegah kerontokan bulu yang mungkin bisa saja bertebaran di seluruh sudut rumah. Jika sudah demikian si pemilik hewan lebih memilih untuk memakaikan baju,” ujar wanita kelahiran 17 Agustus 1987.
Ide awalnya didasari karena kecintaannya pada anjing. Sampai pada suatu ketika ia mengikuti sebuah kontes dimana ia dan anjingnya memakai baju dengan motif dan warna yang sama. Kontan, aksinya itu mendapat respon positif yang berdampak pada mengalirnya pesanan baju hewan serupa. Butik DoggyIa lalu mulai merintis usaha pembuatan baju hewan yang diberi label Butik Doggy. Dengan modal hanya Rp10 juta, respon yang diberikan konsumen ternyata sangat positif. Bahkan kini Sally mampu membukukan omzet diatas Rp35 juta per bulan.
Beragam model baju hewan ia produksi. Mulai dari pakaian formal seperti tuxedo lengkap dengan aksesorisnya untuk anjing jantan sampai gaun elegan penuh bunga untuk anjing betina. Sally mengatakan biasanya model pakaian formal tersebut dibeli pelanggan untuk keperluan kontes.
Eits… Limbah Filter Oli Anda Ternyata Masih Berguna
Ade Asmara, Skala 6Siapa sangka limbah filter oli mampu disulap jadi lampu hias nan indah. Kepiawaian Adeasmara ini telah membuatnya memiliki produk lampu hias yang mampu menembus pasar global. Renny Arfiani
Bagi Anda yang sering membawa kendaraan ke bengkel tentu tidak asing dengan filter oli. Benda ini tergolong vital untuk kendaraan yang secara berkala perlu dilakukan pergantian. Maka, tak perlu heran jika Ada begitu gamoang menemukan filter oli bekas di sekitar bengkel. Tentu dalam kondisi kotor berlumuran bekas oli dan mungkin orang enggan untuk menyentuhnya. Tapi coba Anda berikan benda itu pada Adeasmara pemilik industri kerajinan berlabel Skala 6. Ia akan mengubahnya menjadi sebuah lampu hias yang unik dan menarik untuk dilihat.
Ada banyak lampu hias yang beredar di pasaran beragam bentuk dan bahan pembuatnya. Ade, demikian pria ini biasa disapa, menyadari tanpa sesuatu yang unik maka sangat sulit baginya untuk bisa eksis dalam mengenalkan produknya. Kebetulan ia memiiki background sebagai desainer interior jadi cukup mengetahui kebutuhan lampu hias sebagai dekorasi. Menurutnya, orang biasa menggunakan lampu hias sebagai pemanis ruangan. Bisa jadi tak hanya cukup satu, namun bisa lebih dalam satu ruangan. “Jika fungsinya sebagai pemanis maka haruslah lampu hias yang unik,” demikian pemikiran Ade. Lantas ia mencoba mendesain lampu hias yang unik dan baru.
Skala 6Gayung bersambut. Ketika ada perusahaan mobil nasional yang menantangnya berinovasi dengan memberikan material untuk membuat lampu hias secara cuma-cuma. Alhasil, limbah filter oli yang ‘dihibahkan’ padanya diubah menjadi lampu hias nan cantik. Pada kerangka lampu ia tambahkan motif batik nasional seperti batik dari Aceh, Betawi, Bali, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ia juga memberi sentuhan warna hitam dan putih sebagai warna utama untuk memberikan kesan elegan pada produk lampu hiasnya.
Pertama kali diperkenalkan ke pasaran respon yang diterima cukup mengejutkan. Ade mengisahkan, dalam sebuah pameran, semua lampu hiasnya habis terjual. Ia optimis bisa mengambil pangsa pasar yang telah lebih dulu dimasuki pemain lain. Pelan-pelan, bisnis yang dimulai sejak lima tahun silam mampu memikat tidak hanya konsumen dalam negeri tapi juga mancanegara.
Ia sama sekali tidak menyangka jika lampu hiasnya bisa menembus hingga ke pasar global. Ketika itu, ia kedatangan seorang pelanggan yang ingin memesan lampu hias. Pelannggan itu malah menawarkan untuk memasarkannya ke Malaysia. “Sebenarnya saya hanya menyasar pasar dalam negeri tapi respon pasar luar negeri justru lebih baik. Peminat lampu hias Skala 6 untuk pasar dalam negeri paling hanya 30% saja, sisanya 70% boleh dikatakan adalah konsumen luar negeri,” kata alumnus Jurusan Arsitektur, Universitas Pancasila ini.
Sarang Semut, Tanaman Berkhasiat Penyembuh Penyakit Berat
Andi Muhammad Bulkiah, Sarang SemutKhasiat sarang semut diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit berat. Namun tanaman yang berasal dari bumi Papua ini kurang popular karena masih sedikit yang mengkonsumsinya. Renny Arfiani
Banyak orang beralih pada pengobatan alternatif ketika pengobatan medis telah menemui jalan buntu. Kenyataannya, tak sedikit dari mereka yang berhasil disembuhkan dari berbagai penyakit mematikan seperti kanker, tumor, gangguan jantung dan berbagai macam penyakit berat lainnya. Ada ratusan cara pengobatan alternatif yang dapat kita dijumpai, salah satunya dengan memanfaatkan sarang semut.
Myrmecodia pendans atau lebih dikenal dengan sebutan sarang semut, merupakan tanaman berkhasiat yang berasal dari tanah Papua. Belakangan tanaman ini marak diperbincangkan karena diyakini memiliki khasiat luar biasa untuk mengobati berbagai macam penyakit berat seperti kanker, tumor, gangguan jantung terutama jantung koroner, stroke ringan maupun berat, ambeien (wasir), benjolan-benjolan dalam payudara, gangguan fungsi ginjal dan prostate, haid dan keputihan, Sarang Semutmelancarkan peredaran darah, migren (sakit kepala sebelah), penyakit paru-paru (TBC), rematik (encok), alergi hidung, mimisan, bersin-bersin, sakit maag dan sebagainya.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Bioteknologi LIPI, membuktikan sarang semut mengandung senyawa aktif antioksidan (Tokoferol dan Fenolik) dan kaya akan kandungan mineral penting seperti kalsium, natrium, kalium, seng, besi, fosfor dan magnesium. Tanaman ini juga mengandung flavanoid yang berguna sebagai antioksidan sehingga baik untuk mencegah dan membantu mengobati kanker, melindungi struktur sel, meningkatkan efektivitas. Kandungan antioksidan yang tinggi itulah hingga saat ini dipercaya sebagai obat anti kanker. Namun karena ahli medis pun belum bisa memastikan pemicu kanker maka obat yang paling tepat memang belum ditemukan. Yang ada hanya tindakan operasi untuk menghilangkan massa kanker, serta penyinaran radioaktif dan chemotherapy sebagai upaya membunuh sel kanker yang tersisa. Padahal efeknya justru membuat daya tahan tubuh semakin melemah. Oleh karena itulah tanaman sarang semut dikonsumsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh akibat proses pengobatan tersebut.
Sarang semut setelah pengirisanMelihat begitu besar manfaat sarang semut bagi kesehatan rasanya sangat disayangkan jika tanaman itu tidak dimanfaatkan secara maksimal. Sebenarnya sarang semut tidak hanya terdapat di Papua saja. Tanaman epifit ini juga berkembang di Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Ambon. Namun keragaman sarang semut lebih banyak dimiliki di Bumi Papua yang mencapai 10 varietas.
Salah seorang yang rutin ’berburu’ tanaman sarang semut adalah Andi Muhammad Bulkiah yang menjelajah hingga di pedalaman hutan Kalimantan. Alasan Bulki, begitu ia biasa disapa, menggeluti bisnis ini berawal dari rasa penasarannya tentang khasiat sarang semut. Lalu ia pun mencari tahu seberapa besar khasiat dari tanaman yang sering tumbuh di pohon-pohon berbatang kokoh seperti pohon kayu putih, cemara gunung, kaha dan pohon beech. ”Awalnya ketika berkunjung ke rumah calon mertua, beliau menanyakan tentang tanaman sarang semut yang kemudian minta dibawakan tanaman yang dimaksud. Dari situ saya mencoba mendistribusikan produk buatan saya dalam skala kecil,” kata Bulki yang memulai usaha Maret 2009.
Lampion Unik dari Limbah Botol Plastik
Bob Novandy, Lampion dari Limbah Botol PlastikBotol plastik bekas, ternyata bisa diubah menjadi lampion berkelas dengan harga relatif tinggi. Hal ini, sudah dibuktikan Bob Novandy dimana lampion buatannya telah mejeng dari kafe hingga taman kediaman para mantan presiden. Russanti Lubis
Sampah. Selama ini, keberadaanya seringkali disepelekan dan dianggap sebagai masalah bagi kelestarian bumi. Bahkan, ketika ia masuk ke dalam sungai dan terjadi banjir, sampah pun dituduh sebagai salah satu penyebabnya. Ironisnya, sikap tidak bersahabat ini justru datang dari manusia, yang notabene biang kerok kehadiran benda-benda yang biasanya kotor dan berbau itu.
Namun, ternyata, tidak semua manusia beranggapan demikian. Salah satunya yaitu Bob Novandy. Mantan Sekretaris Pribadi Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia ini, justru melihat potensi sampah. Dalam arti, jika sampah diolah dengan benar, maka ia akan memiliki Lampion dari Limbah Botol Plastiknilai ekonomi yang tinggi. Sampah yang dimaksudkan di sini hanya mengacu kepada botol plastik bekas.
“Mengapa cuma limbah botol plastik yang saya manfaatkan, karena saya melihat adanya unsur seni dalam benda ini. Di samping itu, botol plastik juga anti pecah, anti patah, dan anti basah,” jelas pria, yang akrab disapa Bob ini.
Selanjutnya, Bob membentuk botol-botol plastik bekas itu menjadi lampion. Tetapi, bukan lampion sembarang lampion, yang pada umumnya ditempatkan dengan cara digantung. Lampion buatannya juga dapat ditempatkan dalam posisi duduk atau ditempelkan di dinding, laiknya lampu.
Selama ini, lampion selalu dikaitkan dengan unsur-unsur budaya Cina, karena benda ini memang dikenal sebagai lampunya orang Cina. “Tapi, berbeda dengan lampion Cina yang terbuat dari kertas Lampion dari Limbah Botol Plastikxuanzi yang sangat tipis agar cahaya dapat menembusnya,.lampion saya memiliki bentuk lebih unik dan lebih banyak bermain di ruang,” tutur Bob, yang memberi merek hasil karyanya Bob’s Lampions. Kadangkala, ia menambahkan bahan baku lain yang juga berasal dari limbah, seperti potongan kayu, bekas pegangan payung, dan lain-lain agar hasil karyanya itu tampak lebih cantik.
Lampion-lampion aneka bentuk ini (Bob memiliki 100–150 item, red.) dijualnya dengan harga Rp35 ribu–Rp800 ribu per buah, tergantung pada banyaknya botol plastik bekas yang digunakan, tingkat kesulitan dalam pembuatannya, dan ukurannya. Misalnya, untuk lampion berbentuk bola dijual dengan harga Rp200 ribu/buah, sementara yang bentuknya mirip lampu kristal dihargai Rp500 ribu/buah.
Angkringan Ki Asem, Menggeliat Saat Yang Lain Terlelap
Angkringan Ki AsemKonsep angkringan yang biasa dijumpai di kota Solo dan Yogya telah dimodifikasi menjadi semi resto meskipun tetap memilih lokasi di pinggiran jalan. Angkringan milik Agus Semedi tersebut, kini bahkan punya sembilan cabang dengan pelanggan beragam dari masyarakat biasa hingga kalangan selebritis. Wiyono
Saat malam beranjak larut, tiba-tiba perut terasa lapar atau ingin mencari jajanan buat sekedar pengganjal perut? Bagi yang pernah tinggal di Yogya, Solo atau Semarang kejadian seperti itu bukan problem serius. Datang saja ke angkringan, maka semuanya bakal tuntas teratasi. Angkringan (di Solo lebih terkenal dengan istilah hik) adalah semacam tempat berjualan makanan berwujud seperti sebuah gerobak dorong yang berisi penuh makanan atau jajanan. Tempat berjualan yang beroperasi dari sore hingga dinihari itu berada di hampir setiap ruas jalan dan gang.
Terdapat menu utama yang khas, disebut nasi kucing. Ciri khas lain, biasanya penerangan cukup menggunakan lampu minyak serta memanfaatkan temaram lampu-lampu jalanan. Saking populernya, komunitas angkringan terdiri dari lintas kalangan. Sebab meski terkesan kelas pinggiran, pada kenyataannya konsumen yang datang cukup beragam mulai dari para tukang becak, pelajar, mahasiswa, budayawan, karyawan, bahkan eksekutif hingga pejabat.
Belakangan, budaya nongkrong sambil ditemani hidangan model angkringan, tampaknya mulai merebak ke kota-kota lain. Di Jakarta misalnya, Anda mungkin pernah menjumpainya di beberapa tempat. Begitu juga di Bekasi, salah satunya Angkringan Ki Asem (AKA). Angkringan ini sudah beroperasi kurang dalam dua tahun dan telah berkembang menjadi sembilan cabang.
Angkringan Ki AsemBisnis kuliner tersebut didirikan oleh tiga bersaudara. Nama Ki Asem diambil dari nama salah satu pemiliknya yang tertua, yakni singkatan dari Agus Semedi. "Kita suka nongkrong malam, main kartu, ronda. Tetapi ternyata di Bekasi terutama malam-malam, susah cari tempat makanan siap saji yang buka 24 jam. Sementara kalau di Solo, yang kita tuju nasi kucing yang murah-meriah," tutur Sartono, salah seorang pemilik yang mengelola outlet pertama mereka di Komplek Titian Kencana, Bekasi.
Maka, timbullah ide untuk membawa konsep tersebut ke Bekasi. Memang tidak sepenuhnya sama. Karena sekalipun tetap menyandang kata angkringan, AKA telah dimodifikasi menjadi semi resto meski lokasinya tetap berada di pinggir jalan. Di sini pembeli punya tiga pilihan, pesan makanan untuk dibawa pulang, dinikmati sambil duduk berjajar di bangku panjang di depan gerobak dagangan, atau jika ingin merasa lebih nyaman juga telah disediakan beberapa buah meja berkaki rendah. Pembeli boleh makan sambil lesehan atau duduk selonjoran. Bila suka, mereka juga dipersilakan nongkrong hingga berjam-jam atau menunggu sampai tutup sekalian, tanpa takut diusir atau dimarahi pelayan.
"Kadang di Jakarta, kita duduk agak lama sudah diusir-usir karena tempatnya buat pembeli yang lain. Kalau di sini bebas, mau tiduran juga bisa. Sedangkan kita buka dari jam 3 sore sampai 3 dini hari," tandas pria kelahiran Sukoharjo 36 tahun lalu yang saat ini masih bekerja di sebuah perusahaan otomotif tersebut.
Mirip dengan angkringan pada umumnya, terdapat beragam menu-menu nasi bungkus lengkap, seperti nasi kucing, nasi teri, nasi orek tempe, nasi ayam, serta bakmi. Jajanan pelengkapnya sate usus, sate kikil, sate ampela, sate telur puyuh, goreng-gorengan, tahu bacem, sosis, pisang goreng, pisang owol, dan lain sebagainya, ditambah beragam minuman ringan. Selain teh, kopi, atau es jeruk, minuman yang paling populer adalah susu jahe. Murah-meriah, karena harga makanannya hanya berkisar Rp750-Rp1.500.
GembiNet, Menangguk Untung dari Para Pecandu Game Online
GembinetPermainan game online yang digemari dari segala usia ini, konon punya potensi bisnis mencapai Rp30 miliar. Maka tak heran jika kemudian full internet game atau game center banyak bermunculan dimana-mana. Wiyono
Internet, selain sebagai sarana bertukar data atau mencari informasi juga menjadi ajang hiburan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat, dari 31 juta pengguna internet, sebanyak 6 juta, aktif menggunakannya untuk mengakses game online. Komunitas gamers ini bisa kita temui di tempat yang sering disebut sebagai game center. Kajian oleh Komite Tetap Informatika Kadin mengungkapkan, 60 persen pengakses game online memanfaatkan fasilitas warnet. Pengunjung bukan hanya dari kalangan anak-anak dan remaja saja, tetapi tidak sedikit pula orang dewasa yang ikut menikmati serunya permainan di dunia maya. Sehingga potensi bisnis dari game online sendiri setiap bulannya mencapai 30 miliar rupiah.
Fakta di atas menunjukkan kian cerahnya prospek game center yang belakangan kian semarak, baik di kota-kota besar hingga ke pelosok daerah di Indonesia. Salah satu contoh, warnet game center yang populer di kawasan Margonda Raya, Depok, yaitu GembiNET yang dikelola oleh dua orang, Hilmy R. Hasanuddin dan Muhammad Ridwan. Bisnis warnet ini dimulai tahun 2007 lalu dengan konsep full internet game alias game center.
Dari segi fasilitas, terdapat perbedaan antara warnet biasa dengan game center. Walau keduanya sama-sama bisa online dengan menggunakan internet. Warnet pada umumnya menyediakan kebutuhan para pengguna hanya terbatas untuk chatting, browsing dan downloading. Sementara pada game center butuh spesifikasi komputer yang lebih tinggi, tampilan gambar lebih tajam, kapastitas penyimpanan data lebih besar, serta kecepatan koneksi atau komunikasi data berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar.
"Kalau spek untuk game online sudah tercapai, otomatis untuk browsing biasa juga lebih cepat. Intinya, kalau mau bisnis jangan setengah-setengah. Dari awal speknya memang sudah saya tinggikan. Memang modal berbanding lurus, tetapi pada akhirnya konsumen akan tahu," ujar Hilmy beralasan mengapa lebih menyukai bisnis game center ketimbang warnet. Menurutnya konsumen pasti akan memilih game center, lebih-lebih jika harga sewanya sama. Sebagai gambaran, tarif GembiNet saat ini Rp3.500/jam.
Selain untuk keperluan browsing atau mencari data, sebenarnya target pasar yang paling menguntungkan adalah komunitas gamers. Di mana pun juga, permainan tentu paling disukai. Pengguna juga bisa tahan di lokasi lebih lama hingga berjam-jam. "Kalau salah satu dihilangkan amat disayangkan, maka saya ambil spek tertinggi," tandasnya.
Ice Cendol Idol, Minuman Rakyat yang Dikemas Lebih Memikat
PT. Cocomas, Ice Cendol IdolSatu lagi peluang usaha unik yang layak dijajal. Tak membutuhkan dana besar dan keahlian khusus serta minimnya resiko, Anda sudah bisa merasakan kesegaran bisnis Ice Cendol Idol. Renny Arfiani
Minuman ini sudah ada sejak lama dan disukai hampir oleh semua kalangan. Dari anak-anak sampai orang dewasa, dari yang berprofesi sebagai kuli bangunan hingga pegawai kantoran. Siapa tidak kenal dengan minuman es cendol? Minuman segar dari cendol yang dicampur dengan gula dan santan ini sangat nikmat disantap pada siang hari ketika suasana sedang terik. Atau saat bulan puasa sebagai hidangan pembuka untuk buka puasa.
Dulu, kita banyak menjumpainya di pinggir jalan dalam bentuk gerobak dorong lengkap dengan alat serut es dan deretan toples berisi santan, cendol dan gula. Meski tak sedikit yang tetap mempertahankan cara penyajian semacam ini, ada pula yang berusaha mengemasnya secara berbeda. Contohnya dengan tampilan lebih modern dengan bentuk stand dan wadahnya pun bukan lagi plastik bening namun sudah dengan cup tak kalah dengan tampilan minuman yang sedang tren saat ini.
Nampaknya minuman rakyat yang satu ini ingin dinaikkan derajatnya. Sebagaimana yang kini dilakukan oleh PT Cocomas Indonesia yang menciptakan sebuah produk pengganti santan untuk kuah es cendol dengan jus kelapa. Dinamakan demikian sebab produk tersebut terdiri dari campuran santan, gula merah plus rasa tambahan dalam satu bungkus.
Terciptanya varian olahan turunan kelapa ini membutuhkan sistem pemasaran yang tepat. Dalam arti jika dijual massal ke pasar-pasar dalam bentuk kemasan tetra pak saja belum tentu. Lantas apa bedanya dengan es cendol biasa yang harganya jauh lebih murah. Dengan sedikit diakali merubah tampilannya dan menjualnya dalam bentuk sudah siap santap ditambah adanya varian rasa durian, cocopandan dan natural tak pelak es cendol seharga Rp2000 bisa terjual Rp5000.
Terlebih lagi keinginan PT.Cocomas yang ingin menciptakan lapangan kerja baru maka tercetuslah ide untuk memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berwirausaha. “Kami memasarkan produk jus kelapa ini dengan cara Business Opportunity (BO), jadi tak hanya produknya yang laku terjual namun terbukalah peluang usaha bagi masyarakat,” ujar Sapto Sri Asmoro selaku Retail Business Manager PT. Cocomas Indonesia.
Memang sejak peluncurannya di sebuah pameran franchise bulan Juni silam, BO yang diberi nama Ice Cendol Idol ini langsung menarik perhatian pengunjung pameran. Tak tanggung-tanggung 300 peminat tertarik untuk bergabung. Namun tak semua langsung diproses, sebab PT. Cocomas sebagai franchisor juga menetapkan kriteria standar. Mayoritas peminat adalah mereka yang ingin memiliki usaha sampingan. Dikatakan sampingan sebab usaha sebagai pengusaha cendol tak membutuhkan keahlian khusus dan investasi yang besar.
Begitu tingginya jumlah peminat, cukup mengusik rasa penasaran, lantas apa yang menjadi daya tarik BO Ice Cendol Idol ini. Dikatakan Sapto, peluang usaha ini begitu menggiurkan. Bayangkan saja dengan investasi yang tak terlalu besar mitra sudah bisa kembali modal dalam waktu satu bulan saja. “BEP bisa satu bulan jika mitra serius menanganinya dengan ketentuan mitra menjalani sesuai prosedur (berhasil menjual minimal 50 cup per hari, red),” kata alumnus STIE Kosgoro Jember ini. Namun rata-rata mitra bisa kembali modal tak lebih dari tiga bulan.
Ice Cendol IdolInvestasi kecil adalah faktor selanjutnya yang justru menjadi daya tarik utama. Cukup dengan uang sejumlah Rp2.500.000 sebagai dana investasi untuk masa kerjasama selama setahun. Tanpa dikenakan perpanjang kontrak mitra tak perlu repot dengan urusan biaya yang memberatkan. Ditambah lagi royalty fee hanya satu persen itupun bukan dari total omzet per bulan yang didapat mitra melainkan satu persen dari jumlah bahan baku (hanya jus kelapa,red) yang dibeli mitra secara rutin. “Royalty fee ditarik pada tahun kedua kerja sama, jika perpanjang kontrak maka tahun kedua royalty fee diberlakukan namun kami akan mengembalikan dalam bentuk reward kepada mitra. Jadi sebenarnya mitra tidak dikenakan biaya macam-macam,” tambahnya. Bahkan mitra bisa menangguk semua omzet yang didapat sekitar Rp7.500.000 per bulan (hanya dari penjualan es cendol)
Memang kemudahanlah yang diprioritaskan untuk itu dengan mengusung misi menciptakan entrepreneur yang mandiri PT. Cocomas belum mengarahkan sistemnya ke waralaba murni yang aturannya jauh lebih ketat. Saat ini PT. Cocomas masih menjalani sistem BO agar mitra bisa berkreasi dan berkembang lebih cepat. Diutarakan oleh Sapto mungkin kedepannya akan diarahkan untuk menjadi waralaba, namun untuk saat ini masih dengan sistem BO yang aturan mainnya jauh lebih fleksibel memungkinkan mitra bisa leluasa berinovasi dengan produk yang sudah ada. “Walaupun polanya mirip waralaba, kami tidak menerapkan aturan yang terlalu mengikat,” tegas Sapto.
Inilah poin lain yang menjadi daya tarik BO Ice Cendol Idol. Selain mitra tidak dibebani biaya yang terlalu besar namun bisa meraup untung bergunung-gunung, mitra juga bisa berkreasi dengan bahan bakunya. Jika pada sistem franchise mitra diwajibkan menjual produk standar dari franchisor, tidak demikian dengan sistem BO Ice Cendol idol. Mitra bisa memberikan tambahan toping pada racikan es cendolnya. “Untuk presentasi es cendol tak mengikat sebatas cendol beserta kuahnya (jus kelapa, red), jika mitra punya kreasi lain misalnya ingin menambahkan kacang merah atau nata de coco, silakan saja kami tidak mengunci resep racikan Ice Cendol Idol,” ungkap pria kelahiran 39 tahun silam. Dengan harga jual yang ditetapkan franchisor sebesar Rp5000 per cup, mitra masih bisa menaikkan harga jual sampai Rp6000 jika mitra berkreasi dengan racikan es cendol seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Kian banyaknya mitra yang tersebar diseluruh Indonesia yang mencapai 300 stand tidak memungkinkan bagi PT. Cocomas menangani distribusi bahan baku seutuhnya. Untuk itu diterapkan sistem subdistribution yang merupakan kepanjangan tangan dari PT.Cocomas. Sapto menyebutnya master, dimana setiap master mewakili satu provinsi yang membawahi minimal 25 mitra. Selanjutnya master-master inilah yang terjun langsung mengatur jadwal distribusi bahan baku ke masing-masing stand. Normalnya mitra akan mengorder bahan baku kepada master sepekan sekali. Dengan sistem ini Sapto yakin jika BO Ice Cendol Idol tumbuh pesat hingga menghasilkan sampai ribuan mitra pun PT. Cocomas tak perlu kewalahan soal distribusi. Master-master tersebut tak hanya mengurusi distribusi bahan baku namun juga mewakili PT. Cocomas dalam hal perekrutan calon mitra.
Hingga saat ini PT.Cocomas sudah memiliki delapan master yang berada di Medan, Padang, Pekanbaru, Riau, Banjarmasin, Makasar, Bandung dan Jakarta. Menyusul kemudian empat master lagi di Palembang, Jambi, Bengkulu dan Lampung yang akan beroperasi dalam waktu dekat.
Longgarnya aturan yang diterapkan membuat BO Ice Cendol Idol banyak diincar pebisnis pemula, sebab resiko gagal cenderung minim. Terlebih lagi fasilitas yang diberikan cukup membantu mitra diawal-awal penjualan untuk mengatrol omzet. Kini siapapun tak lagi merasa gengsi berdagang minuman tradisional tersebut, dengan presentasi demikian modern disertai investasi yang cukup ekonomis siapapun bisa menjadi juragan cendol. Tertarik mencoba?
Klenger Burger, Tampilan Boleh West Food Rasa Tetap East Food
Klenger BurgerMeski identik sebagai makanan asing, ternyata ada juga burger yang menyajikan rasa khas Indonesia: Klenger Burger. Tidak hanya enak dan murah, brand ini juga memberi kesempatan kepada Anda yang berminat menjadi juragan burger. Renny Arfiani
Sepintas, burger yang satu ini sama seperti burger yang biasa kita santap. Bagi yang belum pernah mencobanya pasti akan bilang: “Ah… sama saja dengan yang lain”. Ternyata, rahasia pembedanya ada di rasa. Klenger Burger mencoba memadukan sentuhan lokal dengan presentasi internasional. Strategi ini terinspirasi darikenyataan sebagian masyarakat Indonesia sangat menyukai makanan yang berbumbu tajam.
Dari situlah tercetus ide membuat makanan yang mulai banyak digemari, seperti burger, namun dengan rasa yang bisa diterima oleh lidah orang Indonesia. “Kami mencoba untuk berani bermain di bumbu lokal,” ujar Sesil Indera Kurnia, Managing Director Klenger Burger. Burger berbentuk kotak ini memiliki rasa yang berani diadu dengan burger kelas restoran mahal, meski harga yang dipatok jauh lebih murah. Tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam untuk menikmati sepotong burger lezat yang berukuran jumbo. Tak lebih dari Rp23 ribu, sepotong burger yummy sudah ditangan.
Burger pada dasarnya merupakan kudapan yang banyak digandrungi. Maka untuk memulai usaha ini, tidak terlalu sulit hanya perlu memberi sentuhan unik yang bisa menarik pembeli. “Burger yang biasa sudah banyak namun burger luar biasa masih jarang,” kata pria yang biasa disapa Sesil. Luar biasa yang dimaksud Sesil adalah ukuran dan rasa. Dengan ukuran jumbo siapa pun yang makan akan puas. Jika kurang silakan tambah. Apalagi didukung rasa yang enak orang akan makan lagi dan lagi sampai klenger, sesuai dengan namanya.
Memang bisnis burger bukan sesuatu yang baru, jika dirunut ke belakang sudah banyak merek-merek burger terkenal yang juga punya pembeli setia. Lantas, bagaimana dengan Klenger Burger? Seperti dijelaskan Sesil, Klenger Burger tak hanya menonjolkan rasa yang spicy namun juga menjual suasana resto yang cozy. Cocok untuk tempat hang out. Konsep seperti ini terbilang jarang. Kebanyakan outlet burger berbentuk kedai dimana pembeli datang dan pergi silih berganti. Di Klenger Burger dengan konsep resto pengunjung bebas berleha-leha selama yang mereka inginkan.
Laiknya sebuah resto, Klenger Burger tak hanya menjual burger semata. Ada menu barat lainnya yang juga sudah disesuaikan rasanya dengan lidah orang Indonesia seperti varian pizza, steak dan ayam goreng. Beragamnya pilihan menu menjadikan Klenger Burger berbeda dengan brand burger Klenger Burgerlainnya yang hanya menjual burger saja. Kendati demikian Sesil tak takut dengan kesan kurang fokus pada penjualan burger. “Kami tidak mengejar image sebagai spesialis burger, yang kami inginkan sebuah terobosan dimana burger bukan lagi makanan mahal yang hanya dicicipi oleh mereka yang berduit, namun semua kalangan bisa menikmati lezatnya burger,” tambah Sesil.
Memang terbukti. Berkat ekspansi besar-besaran yang dilakukan Klenger Burger, semua orang mengenal makanan berbahan baku daging olahan bercitarasa nusantara tersebut. Pengembangan yang dilakukan Klenger Burger memakai metode franchise yang dinilai cukup ampuh menempatkan sejumlah outletnya di berbagai kota di Indonesia. “Saat ini kami sudah memiliki 43 outlet yang tersebar di Jabodetabek, kota-kota besar di pulau Jawa seperti Bandung, Solo, Surabaya dan Malang. Dan ada satu di Palembang. Nantinya kami akan membuka outlet lagi di Padang, Yogyakarta dan Bangka Belitung,” imbuh Wellin Napioko Business Development Klenger Burger.
Paket investasi yang ditawarkan sangta realistis. Dengan modal Rp200 juta Anda sudah bisa mendapatkan brand Klenger Burger. Rinciannya adalah Rp50 juta sebagai biaya kontrak selama 5 tahun, sedangkan Rp150 juta untuk fasilitas yang akan diterima franchisee. Seperti desain interior dan eksterior outlet, peralatan makan dan masak, promotions tools, seragam karyawan serta support dalam bentuk pemberian training kepada karyawan baru.
Jika biaya tersebut terlampau tinggi, bagi calon mitra yang minim anggaran namun tetap ingin bergabung dibawah label PT Klenger Burger, mereka bisa memilih altrenatif lain yakni bergabung dengan D’burger. Cukup mengeluarkan dana sebesar Rp50juta sebagai investasi, franchisee sudah mendapatkan fasilitas yang sama seperti berinvestasi di Klenger Burger. “D’burger adalah member dari PT Klenger Burger Indonesia, kami memberi dua pilihan investasi bagi mitra yang ingin bergabung,” ujar Wellin.
Jadi tak perlu risau akan ada perbedaan fasilitas antara kedua franchise tersebut. Sesil menjamin semua fasilitas yang didapat franchisee baik yang membeli brand Klenger Burger atau D’burger akan Klenger Burgersesuai dengan prosedur. Perbedaannya hanya terletak pada konsep outletnya saja. Jika Klenger Burger mengusung konsep resto maka D’burger berbentuk kedai. Lebih lanjut Sesil mengatakan keberadaan D’burger adalah memastikan semua kalangan bisa menikmati penganan ini tanpa ada embel-embel gengsi. “D’burger lebih disasarkan untuk kalangan bawah, seperti yang saya katakan sebelumnya, agar jenis makanan ini bisa dinikmati segala kalangan,” tambah Sesil.
Calon mitra baik Klenger Burger maupun D’burger yang ingin bergabung pun tidak dibebani persyaratan yang memberatkan. Satu-satunya syarat mutlak yang tidak bisa ditawar adalah pemilihan lokasi. PT Klenger Burger Indonesia sebagai franchisor berhak penuh atas penentuan lokasi yang strategis demi kelancaran usaha mitra kedepannya. ”Untuk lokasi kami yang handle seutuhnya meski mitra memiliki rekomendasi tempat, namun menyangkut perkara tempat kami tidak bisa sembarangan. Nama besar brand tidak akan ada artinya jika salah strategi memilih lokasi, outlet bisa tidak laku,” tegas Sesil.
Jika masih belum, tak ada salahnya calon juragan burger mengintip berapa besar omzet yang bakal diperoleh. Sesil menjelaskan omzet yang bisa diperoleh bisa mencapai Rp112 juta per bulan serta sudah bisa balik modal pada bulan ke-8. Itu baagi mitra yang memegang brand Klenger Burger. Sedangkan untuk mitra D’burger omzet yang diraup sekitar Rp15 juta-Rp30 juta per bulan dengan ROI (Return of Investment) sekitar 7 bulan-12 bulan.
Franchisee juga tak perlu pusing mengurusi anggaran perpanjang kontrak. PT Klenger Burger Indonesia menetapkan sistem yang cukup longgar dengan besaran biaya yang akan ditentukan kemudian hari. Sementara royalty fee dikenakan secara progresif mulai dari 5% sampai 7% tergantung dari jumlah pembelian bahan baku. Jika tawaran tersebut dirasa menarik, tak ada salahnya untuk menjajal bisnis pangangan khas barat ini.
Nailpia, Mendulang Rupiah dari Perawatan Kuku Indah
Jenty Lim, Nailpia InternasionalKuku sehat, indah dan terawat menjadi dambaan setiap wanita. Namun sedikit sekali wanita yang peduli dengan kesehatan kuku. Kehadiran Nailpia tidak hanya mengajak mereka peduli dengan kesehatan kuku tapi juga memberi peluang bisnis yang ditawarkan lewat sistem franchise. Renny Arfiani
Secara kodrat wanita diciptakan kecantikan dan penuh keindahan. Untuk itu seyogyanya mereka bisa merawat kecantikan itu dengan baik. Mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki melalui berbagai treatment. Contohnya, perawatan rambut, wajah serta tubuh yang merupakan perhatian utama wanita dalam menjaga penampilan. Tak heran jika salon-salon kecantikan bermunculan bak jamur di musim hujan.
Dari begitu banyak salon yang ada, masih sedikit jumlahnya yang khusus memberi treatment perawatan kuku. Padahal, wanita kini menganggap perawatan kuku sama pentingnya dengan merawat anggota badan lainnya. Mereka beranggapan sehat atau tidak kuku mewakili kesehatan tubuh secara keseluruhan. Kian tingginya kesadaran wanita akan kesehatan kuku membuat treatment manicure-pedicur kian laris.
Di Indonesia salon khusus kecantikan kuku belum banyak dijumpai. Kebanyakan perawatan kuku masih digabungkan dengan salon perawatan tubuh lainnya. Tapi berbeda dengan salon milik Jenty Lim. Ia mendirikan salon kuku dengan nama Nailpia Internasional yang menciptakan tren perawatan kuku secara eksklusif. Melalui salon ini wanita bakal dimanjakan dalam hal perawatan tubuh yang berada di ujung jari tersebut.
Memang, Indonesia bukan kiblatnya tren kecantikan kuku. Perempuan di negeri ini belum semuanya peduli untuk merawat kuku. Sehingga muncul anggapan, jika ada yang nekat membuka salon khusus perawatan kuku maka siap-siap gulung tikar dalam waktu dekat. Karena selain sedikit peminatnya prospeknya kurang begitu cerah. Itulah yang dirasakan wanita yang biasa disapa Jenty saat pertama membuka usaha tanpa mendapat dukungan dari orang tua itu.
Meski dianggap kurang menjanjikan, ia punya keyakinan laisebaliknya. Jenty tetap nekat membuka salon dengan membujuk suami untuk memberikan modalnya. Lantas dari mana Jenty memiliki skill menghias kuku? Ia memang lulusan D3 akuntansi komputer, yang notabene tidak ada kaitannya dengan keahlian itu. Namun ilmu mendesain kuku ia peroleh dari hasil berguru dengan sejumlah ahli perawatan kuku atau sebut saja nailist di Korea, Jepang dan Amerika.
“Saya sering keluar negeri, ikut seminar-seminar seputar perawatan kuku. Ilmunya saya bawa pulang dan diterapkan di Indonesia, kemudian hari saya baru menyadari jika di Indonesia industri salon kuku tidak berkembang karena tidak ada training center-nya,” ujar pemilik PT Nailpia Internasional ini.
Nailpia InternasionalBerbekal pemikiran tersebut Jenty membuka training center untuk mencetak tenaga ahlinya, baru kemudian direkrut untuk menjadi pegawainya di salon kuku. Maklum, untuk membuat salon kuku eksklusif harus didukung tenaga yang ahli dibidangnya. Karena itu ia tak sembarangan memperkerjakan orang yang tak memiliki skill merawat dan menghias kuku. “Karena salon khusus kecantikan kuku ini tidak mudah maka dibutuhkan keahlian tersendiri sebab menyangkut desain dan seni. Jadi dibutuhkan orang yang mempunyai selera seni yang tinggi,” lanjut wanita kelahiran Tebing Tinggi 20 Mei 1970.
Di training center sendiri tak hanya untuk mencetak tenaga handal yang akan diperkerjakan sendiri namun juga diarahkan untuk bisa mandiri dengan membuka salon sendiri. Atau jika punya dana yang cukup bisa menjadi mitra dengan bergabung sebagai franchisee. Keprofesionalitasan yang ditunjukkan Jenty dalam mengurus salon kukunya ternyata membuahkan hasil, selain mendapat predikat sebagai salon kuku paling eksklusif, ia juga mampu mengembangkan sayapnya hingga mampu membuka salon kuku yang berjumlah 23 outlet.
Perkembangan yang pesat itu ia peroleh dari kejeliannya melihat peluang dengan sistem waralaba. Setelah sukses dengan sekolah kukunya ia melanjutkan dengan mewaralabakan merek Nailpia. Sama seperti ia merekrut pegawai untuk salonnya, Jenty mencari mitra yang serius untuk bekerja sama dalam arti bukan sekedar investasi. “Jika hanya punya uang untuk mendirikan salon buat apa. Nanti salonnya tidak akan berkembang karena orang yang seperti itu cenderung tidak turun tangan langsung mengurus salon. Padahal setelah saya survei, salon akan berkembang lebih cepat jika owner-nya yang pegang langsung,” jelas Jenty yang juga memiliki hobi melukis.
Meskipun demikian Jenty tidak menerapkan persyaratan yang terlalu njlimet. Semua urusan mulai dari isi form aplikasi sampai soft opening sudah di-handle oleh pihak franchisor. Calon franchisee tinggal terima jadi bahkan Nailpia akan membantu untuk mencarikan lokasi jika calon mitra tidak mempunyai rekomendasi tempat. Namun Jenty menyarankan agar calon mitra yang sama sekali tidak memiliki background tentang perawatan serta menghias kuku sebaiknya ikut training terlebih dahulu agar mudah menangani salon kedepannya.
“Kita akan mengajarkan calon mitra keahlian untuk menjadi seorang nailist dan skill cara menjalankan bisnis salon ini. Jadi seorang pemilik salon nantinya bisa meng-handle semua aspek. Layanan ini termasuk kedalam fasilitas yang akan diterima franchisee ketika bergabung,” papar Jenty .
Nailpia InternasionalUntuk mendapatkan peralatan salon beserta produknya ditambah desain salon dan training gratis untuk empat orang, Jenty menetapkan biaya investasi sebesar Rp150 juta untuk masa kerja sama selama tiga tahun. Perinciannya Rp75juta sebagai franchise fee dan sisanya untuk keperluan pembelian produk. Sementara untuk royalty fee dikenakan 10% dari omzet yang diperoleh franchisee dan baru ditarik pada bulan keempat.
Bagi calon mitra yang baru saja akan memulai bisnis salon kuku tak perlu khawatir sebab Nailpia akan membantu untuk urusan training, supporting sampai monitoring. Urusan supporting sudah jelas, Nailpia akan memasok kebutuhan produk pada salon milik franchisee. Sementara untuk monitoring, Nailpia akan melakukan pengecekan yang dilakukan secara periodik pada bulan keenam tahun pertama, bulan keenam tahun kedua dan diakhir masa kontrak.
Dengan berbagai kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan membuat banyak yang tertarik untuk menjadi calon mitra. Apalagi dengan prediksi pendapatan yang menggiurkan, seperti yang diungkapkan Jenty, franchisee bisa memperoleh omzet per bulan mencapai Rp100 juta. Tapi Jenty berusaha menerapkan prinsip bisnisnya, ia tidak ingin menerima proposal kerjasama tanpa mendalami terlebih dahulu karakter calon mitranya.
Jenty tak ingin usaha yang dibangun dengan menginveskan dana sebesar Rp1,5 milyar ini runtuh hanya kesalahan kecil dalam memilih mitra bisnis. Setelah bersusah payah membangun brand Nailpia, kini Jenty tinggal memetik hasilnya. Dari masing-masing salon waralabnya ia memperoleh pendapatan sekitar Rp90 juta dan dari sekolah kukunya sebesar Rp400 juta. Bagaimana? Menjanjikan bukan?s7
didA, Franchise Properti Bakal Diminati
Didik Darmawan, didAKetatnya persaingan di sektor properti membuat Didik Darmawan merasa perlu menciptakan strategi baru untuk pengembangan bisnisnya. Ia menawarkan franchise yang terbilang unik sekaligus menarik. Slamet Supriyadi
Dalam beberapa tahun ini kebutuhan akan perumahan dari berbagai tipe terus meningkat. Berdasarkan data REI (Real Estate Indonesia) kebutuhan akan tempat tinggal di Indonesia mencapai 1,2 juta unit per tahun. Namun pemerintah yang semestinya berkewajiban menyediakan sarana perumahan bagi masyarakat terlihat kedodoran. Tengok saja, program pembangunan sejuta rumah yang gencar didengungkan ternyata jauh dari realisasinya.
Tingginya angka permintaan tersebut menjadi penanda bahwa peluang bisnis di sektor ini masih menarik karena supply lebih kecil ketimbang demand. Penyebabnya, sejumlah pengembang besar enggan menggarap perumahan untuk tipe kecil maupun menengah. Mereka lebih suka berkonsentrasi membangun perumahan bertipe besar karena keuntungannya jauh lebih menggiurkan.
“Memang, berdasarkan survei yang kami lakukan, kebutuhan akan perumahan di Indonesia sangat besar khususnya tipe kecil dan menengah,” ujar Didik Darmawan, Chief Executive Officer/Founder PT Permata Banten Raya atau yang lebih dikenal dengan nama didA. Hal ini terjadi karena selain meningkatnya jumlah populasi penduduk, juga membaiknya daya beli masyarakat. Menurut Didik, tingginya permintaan akan rumah juga dipengaruhi oleh siklus perpolitikan. Biasanya setelah ada hajatan politik nasional seperti pemilihan presiden (pilpres) grafiknya akan naik. Karena pelaku bisnis juga ingin mendapatkan jaminan stabilitas politik dan kepastian hukum.
Harus diakui, bisnis properti selama ini merupakan salah satu primadona. Jumlah uang yang berputar di sektor ini sangat melimpah. Sehingga secara alamiah, pengusaha yang berniat terjun ke bisnis properti tersebut jumlahnya terus meningkat. Alhasil, tingkat persaingan diantara mereka pun berlangsung ketat.
Kondisi ini megharuskan pengembang mencari peluang dan strategi jitu jika ingin tetap bertahan. Sebab kalau tidak, usahanya bakal tergilas. Hal ini juga disadari oleh Didik yang mendirikan didA pada tahun 2002, yang selanjutnya mengenalkan konsep Business Opportunity (BO) dalam pengembangan bisnisnya. Mungkin sebagian dari Anda akan mengernyitkan dahi, bagaimana usaha di bidang properti akan di BO-kan?
Didik memberi gambaran, saat ini masih banyak lokasi di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang punya prospek cerah untuk dikembangkan, namun masih terhambat oleh penyediaan lahan. “Nah, dengan sistem BO seperti yang kami tawarkan, mereka yang memiliki lahan seluas 1,5 ha-6 Ha yang sudah bersertifikat, harga tanah sesuai dengan kelayakan usaha, jalan utama di sekitar dilalui minimal dua jurusan angkot dan lain sebagainya, bisa menjadi mitra untuk kerjasama,” kata pria yang lebih dari 15 tahun berkecimpung di dunia properti ini.
Selama ini banyak pemilik tanah di wilayah Bodetabek yang menjual begitu saja tanah yang mereka miliki dengan harga murah. Dengan adanya tawaran BO mereka bisa memperoleh beberapa keuntungan: yaitu tanahnya terjual dengan harga yang layak serta mendapt pembagian hasil setelah perumahan yang dibangunterjual. Prosesnya, pada tahap awal pihak pengembang akan membayar 5%-10% dari harga tanah yang sudah dinilai. Sisanya dibayar pada saat rumah terjual baik yang dilakukan lewat tunai maupun KPR sebesar 40%. Ssedangkan sisanya sebesar 60% dimasukkan ke dalam cahflow. Begitu seterusnya hingga pembayaran tanah lunas.
Setelah pembangunan selesai atau pada saat tutup buku dilakukan pembagian hasil dari net profit sebesar 40% untuk pemilik tanah dan 60% pengembang. “Jadi selain dari harga tanah tadi, pemilik tanah juga mendapatkan pembagian keuntungan dari pembangunan rumah tersbut,” tutur pria kelahiran 22 November 1966 ini. Untuk kegiatan pembangunan tersebut pengembang juga berkewajiban menyediakan biaya Pra-Operasional yang meliputi biaya ijin, legalitas, infrastruktur, rumah contoh, kantor pemasaran, gerbang, pemasaran dan promosi awal serta operasional kantor 5 bulan pertama.
Kendati baru diluncurkan pada tahun ini, tercatat sudah ada empat pihak yang ingin melakukan kerjasama. Dan baru satu yang sudah direalisasikan. Konsep BO ini sebenarnya merupakan embrio dari sebuah sistem franchise yang akan didA tawarkan. Dimana pada 15 Januari 2010, pihaknya berharap sudah bisa melaunching sistem franchise tersebut.
Konsep franchise dalam bisnis properti seperti yang ditawarkan Didik, bisa dibilang masih tergolong baru. Selama ini kita lebih banyak mengenal franchise pada sektor makanan dan minuman, otomotif, ritel jasa pelatihan, kesehatan dan sebagainya. ”Yang jelas kita ingin menjadi pioneer dan menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan,” tambah Didik.
Dibandingkan dengan BO, konsep franchise ini sebenarnya lebih simple dan jelas. Calon franchisee akan dikenakan franchise fee yang besarnya ditentukan tipe paket yang akan dipilih. Misalnya, Tipe C (perumahan sederhana) sebesar Rp200 juta, Tipe B (perumahan menengah sederhana) Rp350 juta dan Tipe A (perumahan menengah atas) Rp500 juta. Selain biaya tadi, franchisee juga harus menyiapkan dana pra operasional yang besarnya antara lain Tipe C Rp750 juta, Tipe B Rp1,75 miliar dan Tipe A Rp2,25 miliar.
Untuk mendukung berjalannya konsep franchise tersebut, didA telah menyiapkan sejumlah standard operating procedure (SOP) yang dipadukan dengan penggunaan Infotmation Technology (IT). Perusahaan juga akan melakukan pelatihan-pelatihan, khsususnya untuk divisi marketing maupun finance guna meningkatkan kemampuan yang sudah dimiliki.
Berbeda dengan BO, pada sistem ini franchiseelah yang akan mengerjakan semua tahap pra operasionalnya. Franchisor, lanjut Didik, hanya menyediakan kantor marketing dan kantor manajemen serta support pelatihan selama 1 tahun. “Urusan perijinan dan legalitas masih menjadi tanggung jawab kita, karena kita lebih paham untuk soal itu,” urai Didik
Lalu bagaimana dengan pengaturan persebaran calon franchisee? Menurut Didik, calon franchisee akan ditentukan berdasarkan wilayah administrasi atau kota. Misalnya, untuk wilayah Depok, mereka berhak mencari lahan di wilayah tersebut yang sesuai dengan standard yang telah ditetapkan. Tiap wilayah maksimal ada 3 franchisee untuk tipe yang berbeda. Dari hitungan Didik untuk Bodetabek saja terdapat 8 wilayah yang bisa digarap, yaitu Bogor (1 kabupaten dan 1 kota), Depok (1 kota), Tangerang (1 kabupaten dan 2 kota) serta Bekasi (1 kabupaten dan 1 kota).
Didik menyadari jika konsep ini berhasil akan banyak perusahaan besar yang terjun mengikuti langkahnya. “Sebenarnya tidak perlu takut karena kita lebih dulu menadi pioneer. Dan untuk mengantisipasinya kita akan memperkuat brand dan pasar khususnya untuk perumahan tipe B dan tpe C,” ujarnya.
Jadi, meski kelak banyak perusahaan besar yang ikut terlibat pihaknya masih tetap optimis. Didik mengaku perumahan yang dibangunnya memiliki keunikan karena luas lahan yang digarap dibatasi 1,5 Ha-6 Ha. “Keuntungannya kita bisa memilih tempat yang marketable dan terhindar dari kejenuhan. Selain itu kita tidak perlu menyiapkan fasilitas umum (seperti sekolah, pasar, mal dll) karena ikut dengan fasilitas yang sudah tersedia disekitarnya,” katanya lagi.
Buat franchisee konsep ini jelas akan menguntungkan. Bagaimana tidak, karena begitu selesai selesai pembangunan satu proyek, franchisee bisa mencari lahan lain untuk pembangunan selanjutnya tanpa dikenakan lagi franchisee fee. Maka dengan masa kontrak selama 7 tahun dan royalty fee 5%-7%, Didik memprediksi revenue total yang diperoleh bisa mencapai Rp110 miliar. Dengan begitu keuntungan yang akan diperoleh akan terus menggunung.
© 2010 Majalah Pengusaha - Referensi Usaha Anda
Double Dipps, Pasar Masih Lebar buat Donat Less Sugar
Bambang Subagio, Double DippsMau dimodifikasi seperti apa pun, donat tetap saja punya banyak penggemar. Inilah salah satu alasan Double Dipps mengenalkan produk barunya: donut less sugar. Renny Arfiani
Pasar donut tampaknya masih tetap memikat. Makanan lezat ini, kini gampang dijumpai mulai dari mal hingga outlet pinggir jalan. Bukan hanya merek asing saja yang mendominasi tapi donut lokal pun banyak bertebaran. Pasarnya jelas masih terbuka lebar karena penggila panganan ini datang dari berbagai kalangan mulai dari anak-anak remaja hingga orang dewasa.
Donut yang Anda jumpai selama ini rata-rata mengandung kalori yang cukup tinggi yang bisa mempercepat bertambahnya bobot tubuh. Buat penderita diabetes, khususnya, donut semacam itu juga kurang baik untuk dikonsumsi. Ini tentu akan membatasi mereka untuk tetap menikmati kelezatan makanan ini. Bagaimana jika ada donut less sugar? Tentu Anda tidak perlu merasa was-was mengkonsumsinya sebanyak apa pun.
Inovasi baru donut less sugar telah diperkenalkan oleh Double Dipps. Meski sedikit mengadung gula namun cita rasanya tetap sama dengan donut yang selama ini ada. Adalah Bambang Subagio yang merintis bisnis donat rendah gula ini. Ia menggandeng rekan bisnisnya yang terlebih dulu terjun dalam bisnis kuliner, Odi Anindito. Berawal dari banyaknya permintaan pelanggan yang menginginkannya membuka kedai kopi beserta camilan atau makanan. Dan, ia pun tertarik untuk mempraktekkannya.
Subagio mulai melakukan riset pasar, camilan apa yang sesuai untuk teman minum kopi? Melihat perkembangan yang sedang tren, pilihan Subagio jatuh pada kue goreng tersebut. Apalagi lagi donat punya banyak penggemar dan inilah yang membuat Subagio tak ragu membuka kedai donat plus kopinya. Untuk melancarkan bisnisnya ia mengajak CoffeToffe milik Odi untuk memenuhi kebutuhan kopi dikedainya.”Saya bekerja sama dengan CoffeToffe karena sudah berpengalaman menjalankan bisnis kuliner dan Double Dipps adalah brand expansion dari CoffeeToffee,” kata Subagio yang mendirikan Double Dipps Juni 2008.
Sementara untuk donatnya ia membuat formula yang agak berbeda dengan donat para pesaingnya. Subagio meng-combine bahan baku lokal dan bahan baku impor agar donatnya bisa dihargai murah dan terjangkau kalangan bawah. Karena ia menyadari donat tak hanya digemari oleh mereka yang berduit, meski awalnya Subagio lebih menyasar kalangan atas. Donat buatan Double Dipps lebih minim gula dari donat kebanyakan dan cocok untuk mereka yang sangat memperhatikan kesehatan.
Penggemar donut yang cukup besar membuat usaha Subagio berjalan lancar, Sebagai pendatang baru ia tak membutuhkan waktu lama untuk bisa meraih sukses. Dengan menerapkan sistem waralaba, Subagio sudah membuka hingga 30 outlet yang tersebar di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) hingga Juni 2009 sejak pertama kali di-franchise-kan pada Oktober 2008. “Mitra yang ingin bergabung sangat banyak bahkan bisa saya pastikan setiap seminggu sekali pasti buka outlet baru,” ujar Subagio.
Lebih lanjut Subagio menjelaskan, calon mitra yang ingin bergabung tidak perlu repot karena cukup menyediakan dana untuk investasi dan tinggal menunggu opening. “Semua persiapan dari yang terkecil sudah disediakan oleh pihak Double Dipps, istilahnya mitra tinggal datang dan gunting pita saja,” tambah Subagio. Memang kemudahan inilah yang membuat banyak mitra ingin bergabung dengan Double Dipps.
Keuntungan lain, Double Dipps akan membantu memberikan panduan pemilihan lokasi bagi calon mitra yang tidak punya rekomendasi tempat. Selain itu bersedia mendesain interior setiap outlet, Double Dipps juga akan memberikan pelatihan lengkap mulai dari operasional, manajemen serta promosi. Jadi bagi pebisnis pemula tak perlu merasa minder memulai bisnis baru.
Double DippsSelain kemudahan tadi, lalu fasilitas apa lagi yang yang akan didapat calon franchisee? Subagio menjelaskan ketika bergabung, maka otomatis franchisee akan mendapatkan satu unit outlet lengkap dengan desain customize-nya, peralatan dan perlengkapan donat, peralatan dan peracikan kopi, training karyawan secara berkala, Manual Book (SOP), espresso machine, cash register, chiller dan persediaan awal 100 buah cup. Tak hanya itu Double Dipps juga memberikan training product dan pengembangannya serta konsultasi permasalahan operasional.
Dengan begitu banyak keuntungan serta fasilitas yang diberikan mungkin orang akan mengira dana untuk berinvestasi pastilah besar. Sebenarnya ada empat pilihan investasi yang bisa dipilih oleh calon franchisee. Untuk tipe kios calon franchisee hanya perlu mengeluarkan dana sebesar Rp 80 juta, untuk tipe island dibutuhkan dana Rp90 juta, tipe mini café membutuhkan dana sebesar Rp 180 juta dan terakhir tipe café mitra harus merogoh kocek sebesar Rp 275juta. Semua harga tersebut hanya diberlakukan untuk wilayah Jabodetabek.
Soal keuntungan pastilah menggiurkan. Franchisee akan meraup untung yang cukup besar karena ia tidak dikenakan royalty fee atau marketing fee. Yang ada hanya supporting fee dimana setiap tipe berbeda-beda jumlahnya, berkisar dari Rp 400 ribu sampai Rp 1,2 juta. “Double Dipps tidak mengenakan berbagai biaya, kami memberikan kepastian pada mitra bisa memperoleh untung yang besar, bahkan double income, dari produk donat dan kopi. Bahkan supporting fee baru akan kami kenakan ditahun kedua, jadi selama lima tahun masa kerja sama mitra bisa mendapat untung yang cukup besar,” papar Subagio yang sedikit mengilustrasikan bahwa untuk tipe mini café saja bisa meraup omzet diatas Rp 2 juta/bulan.
Meski terbilang sukses, Subagio masih menghadapi kendala khususnya dalam pemenuhan bahan baku yang sebagian masih diimpor. Dengan konsep local franchise yang ia usung, sebenarnya ia harus meniadakan unsur ‘asing’ ke dalam ramuan donutnya. Namun ia sadar, jika langkah itu diambil produk yang kelak akan diperoleh kualitasnya akan berbeda. Untuk itu meski memakan biaya yang cukup tinggi, Subagyo masih tetap membeli bahan baku impor tersebut.
Subagyo sebenarnya ingin merambah wilayah di luar Jabodetabek tapi ia perlu rencana matang untuk melakukan ekspansi tersebut. Sebab dengan metode pengiriman donat ke setiap outlet seperti sekarang ini dan bukan sistem donat matang di tempat, Subagio perlu mencari mitra yang mau membuka outlet dengan open kitchen. Ia tak ingin kualitas produk menurun jika donat diolah diluar central kitchen. Saat ini dari 30 outlet yang sudah berdiri tiga diantaranya adalah milik Subagio sendiri.
Bagi Anda yang penasaran dengan cita rasa donat Double Dipps beserta minumannya, silakan mencicipi 32 varian rasa donat dan 21 macam minuman yang terdiri dari teh, kopi dan coklat dengan hanya mengeluarkan uang sebesar Rp5 ribu untuk sepotong donat. Jika merasa kurang beli Anda bisa membeli setengah lusin seharga Rp25 ribu atau lusin dengan harga jauh lebih murah yakni Rp 45 ribu. Dan untuk harga minumannya berkisar Rp6 ribu sampai Rp10 ribu. Semua harga tersebut jauh lebih murah 20% untuk produk donat dan 30%-40% untuk produk minuman dibandingkan dengan merek lain. Mau mencoba mencicipi atau bermitra, semuanya terserah Anda.s6
Cireng Kraton, Mengangkat Gengsi Makanan Tradisional
Nurhayati, Cireng KeratonJika selama ini cireng lebih dikenal sebagai makanan 'kampung' yang terkesan murahan, namun ditangan Nurhayati panganan ini disulap menjadi lebih modern. Modifikasi tidak hanya dari sisi rasa, tapi juga pada pengembangan usaha yakni dengan menerapkan sistem waralaba. Renny Arfianti
Tanah pasundan sepertinya tak akan pernah habis menelorkan ide-ide kreatifnya, mulai dari fashion, seni, sampai aneka makanannya yang sangat variatif. Tak terkecuali untuk urusan memodifikasi menu makanan. Salah satunya, cireng. Makanan tradisional ini, kini disulap menjadi makanan modern yang tak lagi dijajakan di pinggir jalan melainkan sudah masuk mal. Cireng adalah penganan berbahan dasar tepung sagu atau aci yang kemudian diuleni menjadi adonan yang mudah dibentuk lantas diisi dengan oncom atau kacang, kemudian digoreng dan disantap selagi masih hangat. Teksturnya yang alot, mengharuskan cireng lebih nikmat disantap dalam kondisi hangat.
Dalam perkembangannya, isi oncom atau kacang yang sebelumnya sering dijumpai, telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan isian lain seperti ayam, daging, sosis, baso bahkan makanan internasional macamnya teriyaki, pizza dan barbeque. Ide memodifikasi kudapan ini muncul dari seorang guru yang hobi memasak bernama Nurhayati yang rela berhenti bekerja sebagai guru demi keinginannya membuka usaha ini. Nur, demikian ia disapa menamai penganan modifikasinya dengan Cireng Keraton. Alasannya, menurut, ibu dua anak ini, penamaan Cireng Keraton lebih mudah diucapkan sekaligus diingat. Terlebih lagi, keraton yang identik dengan kalangan atas dianggap mampu mengangkat image cireng yang terlanjur lekat dengan jajanan rakyat kecil. "Keraton ‘kan kesannya high class, jadi bisa membuat cireng naik kelas lah", ujar wanita kelahiran Bandung, 4 Juni 1971 ini.
Berawal dari hobi memasak yang sudah ia lakoni sedari kecil, telah membawanya menemukan cireng modifikasi ini. Bermodal pengalaman berjualan kue semasa kecil Nur mencoba menjajakan cireng buatannya. Tak disangka, responnya sangat positif. Outlet yang ia bangun di Kota Bandung akhir 2006 membuahkan hasil yang menggembirakan. Modal awal yang ia gelontorkan sebesar Rp16 juta, jumlahnya kini telah meningkat hingga berkali lipat. Tentu semua itu tidak diperolehnya secara mudah.
Cireng Keraton memang terbilang unggul dibanding produk sejenis lainnya. "Cireng saya kualitasnya bagus, dari dari segi rasa, ukuran dan penampilan secara keseluruhan. Kalau cireng lain ‘kan isinya biasa saja, ukuran lebih kecil dan minyaknya itu bisa sampai tembus ke dalam. Jadi orang seperti makan minyak bukan makan cireng. Kalau cireng buatan saya tidak melempem walaupun memang sifat dasar cireng itu alot", tutur ibu dua anak ini.
Untuk pengembangan usahanya, Nur menerapkan konsep waralaba. Ia menjual brand Cireng Keraton seharga Rp 12 juta per dua tahun masa kerja sama, dengan model outlet. Jika menginginkan model gerobak harganya tentu lebih murah, Nur mematoknya seharga Rp 10 juta dan sudah termasuk royalty fee. Untuk perpanjang kerjasama franchisee hanya diwajibkan membayar Rp 4 juta saja. Franchisee akan dikirimkan produk setiap harinya sehingga franchisee tinggal menjualnya saja.
Karena produk dalam keadaan mentah dan hanya bisa bertahan dalam tempo dua hari maka setiap franchisee tidak bisa memesan produk terlalu banyak. Caranya, franchisee wajib mengabarkan kepadanya berapa jumlah produk yang akan dikirim. Keesokan harinya franchisee sudah menerima produk sesuai pesanan dan siap dijual. Karena itu banyaknya jumlah produk yang terjual tergantung dari lokasi dan tingkat keramaian pembeli setiap outletnya. "Outlet teramai bisa memesan sampai 700 pieces sementara untuk minimal ordernya 250 pieces", lanjut wanita lulusan Universitas Pendidikan Indonesia tersebut.
Nurhayati, Cireng KeratonLantas berapa keuntungan yang didapat diperoleh? Kalikan saja dengan harga cireng perbuahnya. Misalnya, jika satu outlet bisa menjual hingga 700 buah dengan harga Rp 3500 (harga untuk luar Bandung, red) maka franchisee sudah mengantongi lebih dari Rp 2 juta sehari. Walaupun Nur mengatakan keuntungannya sedikit, tapi hitung-hitungan pasti tidak bisa menipu. Usaha yang dilakoninya ini terbilang sukses. Sebagai gambaran, jika ia mampu memasok lima ribu pieces sehari ke segala penjuru outletnya yang tersebar di Jawa Barat dan Jabodetabek, maka dalam sehari Nur dapat mengumpulkan uang kurang lebih Rp17 juta. Angka yang cukup fantastis jika mengingat produk yang dijual adalah cireng, jajanan kampung yang biasa dijual paling tinggi seribu rupiah. kKaren ia itu ia berani menjamin dalam waktu tak lebih dari tiga bulan, franchisee sudah bisa balik modal.
Kenyataan itulah yang mendorong banyak pihak ingin bermitra dengan Nur. Dalam sehari permintaan untuk kerjasama minimal 10 orang bahkan bisa lebih. Karena merasa kewalahan, Nur menolak permintaan tersebut dengan alasan lokasi yang diminta terlalu jauh. Ia hanya mampu menangani usaha yang berlokasi di wilayah Jawa Barat, Jabodetabek atau paling jauh sampai Jawa Tengah dan Yogyakarta. Ini dikarenakan Nur belum memiliki jaringan transportasi yang memadai untuk pengiriman produk jarak jauh mengingat produk juga hanya bertahan dua hari saja.
Tak heran jika calon mitra yang berasal dari Samarinda, Jambi dan Balikpapan belum bisa dipenuhinya. Kendala yang dihadapi sekali lagi persoalan distribusi. "Karena harus dipikirkan bagaimana distribusi yang baik tanpa merusak produk yang memang hanya mampu bertahan dua hari saja. Sampai Jawa Tengah masih mungkin karena masih ada sistem transportasi yang memungkinkan pengiriman produk dalam waktu singkat", imbuh wanita yang berangan-angan ingin menjadi penulis.
Meski banyak tawaran untuk bermitra, Nur juga tak sembarangan memilih siapa yang akan menjadi rekanan bisnisnya." Saya sendiri yang mengali kepribadian calon mitra guna mencegah hal-hal yang tak diinginkan yang dapat merusak jaringan bisnis ini. Karena bisnis seperti ini dibutuhkan kepercayaan yang kuat, mencari gambaran psikologis dari calon franchisee. Untunglah sampai saat ini feeling cari mitra masih bagus-bagus saja", kata wanita yang sudah memiliki 23 outlet Cireng Keraton itu.
Dengan produk yang berkualitas dimana isian cireng memang daging asli bukan 'daging-dagingan' maka Nur agak kesulitan menetapkan harga yang bisa ‘win-win soluitons’. Saat ini cireng modifikasi buatan Nur ada 10 pilihan rasa sosis pedas, ayam pedas, oncom pedas, sapi pedas, baso pedas, pizza, ayam teriyaki, keju, barbeque dan kedap (keju, daging asap). Tergoda untuk mencobanya?
Cireng KeratonKeunggulan Franchise cireng Keraton :
1. Produk tergolong mewah dengan ukuran lebih besar dari cireng kebanyakan dan isian yang sangat
variatif. Tidak menyerap minyak sehingga yang dimakan konsumen adalah cireng sesungguhnya
dalam arti bukan makan minyak.
2. Harga sangat terjangkau. Sulit menemukan produk yang high quality dengan harga murah.
3. Persyaratan menjadi mitra tergolong mudah. Cukup membayar Rp 12 juta untuk model outlet dan
10 juta untuk model gerobak. Karyawan akan dilatih oleh owner sementara franchisee hanya
cukup mencari SDM-nya saja.
4. Peluangnya sangat besar mengingat produk cireng dengan isian yang komplit masih jarang
kompetitor.
5. Keuntungan yang diperoleh cukup memuaskan dalam waktu kurang dari tiga bulan sudah balik
modal. Franchisee boleh menentukan harga produk sendiri, owner hanya menetapkan Rp 2000.
© 2010 Majalah Pengusaha - Referensi Usaha Anda
Sinotif, Franchise Bimbingan Belajar Tetap Bersinar
SinotifStrategi jitu mutlak diperlukan guna memenangkan persaingan. Tak terkecuali pada bisnis pendidikan. Seperti yang dilakukan Sinotif dengan memberikan bimbingan khusus untuk bidang eksakta serta penerapan metode pengajaran dengan sistem semi private. Wiyono
Bisnis pendidikan, semisal lembaga bimbingan belajar (bimbel), kini telah menjamur ke berbagai pelosok. Sinotif, contohnya, merupakan salah satu pemain di bisnis pendidikan yang memilih berkonsentrasi menggarap pasar di wilayah Jabodetabek. Kendati lembaga semacam ini banyak bermunculan, dengan keistimewaan yang dimiliki, Sinotif optimis bakal menjadi pemain yang diperhitungkan.
Menurut Hindra Gunawan, President Director PT Sinotif International, Sinotif memiliki keistimewaan karena bimbel yang pertama kali memperkenalkan sistem belajar semi privat yakni dengan perbandingan satu guru mengajar sekitar 5 anak. Berbeda dengan lembaga lain yang biasanya menetapkan standar satu guru untuk 20 siswa. Dengan sistem kelas kecil tentu saja anak mendapatkan suasana belajar yang lebih kondusif.
Keistimewaan lain, bimbingan yang diberikan pun khusus bidang eksakta, yaitu bidang studi matematika, fisika dan kimia saja. Uniknya, selama ini siswa-siswi yang menjadi peserta, baik dari jenjang sekolah SD, SMP sampai SMU merupakan siswa sekolah-sekolah swasta unggulan nasional serta sekolah international. Dan tidak satu pun murid yang berasal dari sekolah negeri.
Seperti dijelaskan Hindra, perbedaan Sinotif dengan bimbingan belajar yang lain adalah pada perancangan materi dan metode pelayanan siswanya. Dengan metode pelayanan semi privat, dipastikan setiap siswa bisa dibantu dan mendapatkan apa yang dibutuhkan. Terlebih lagi siswa bebas memilih jadwal belajar sesuai dengan kesibukan mereka masing-masing atau waktu senggang orang tua yang akan mengantarkan. Siswa juga belajar tiga mata pelajaran sekaligus dalam satu kali pertemuan. “Di saat bimbingan belajar pada umumnya main ‘pukul rata’ terhadap semua siswa, di Sinotif kami kami melayani setiap siswa secara personal, sesuai kebutuhan masing-masing siswa,” ujar Hindra yang memilih membidik kalangan menengah keatas.
Sinotif dirintis oleh dua orang, Hindra bersama rekannya, Anthonyus Kuswanto. Keduanya lulus dari jurusan Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta, tahun 1993. Kebetulan Hindra adalah wisudawan terbaik dan senang mengajar sejak masih SMP. Ia juga menjadi pakar hipnotrapy dan hypno parenting yang juga sering menjadi pembicara seminar. Sementara Anthonyus Kuswanto, atau yang kerap disapa Anton, dipercaya untuk menempati posisi Franchise Director, setelah Sinotif mulai mengembangkan kerja sama waralaba.
Meskipun baru diresmikannya sejak 1998, sejatinya rintisan usahanya sudah dilakukan jauh sebelumnya. Namun ketika itu baik Hindra maupun Anton berjalan sendiri-sendiri. Dan sebagaimana anggapan orang, bisnis pendidikan adalah bisnis yang tahan terhadap krisis. Terbukti, meskipun terjadi krisis moneter bisnis yang dijalankan berdua tersebut justru bisa tumbuh dan berkembang hingga menjadi 7 cabang. Dan rata-rata, setiap cabang terdapat sekitar 200 siswa. Kemudian selama dua tahun-turut, yakni 2006 dan 2007, Sinotif meraih dua penghargan Best Profit dan Best Have dari Action Coach.
Padahal sesuai segmen pasar yang disasar, biaya kursus yang dipatok Sinotif relatif lebih tinggi dibanding bimbel biasa. Meski begitu besarnya biaya bimbingan tersebut diimbangi dengan kualitas layanan. Keduanya berani menjamin, siswa lulusan mereka pasti bisa memperoleh nilai minimal 8 pada ujian akhir nasional (UAN).
“Biaya kursus kita bagi dua, untuk siswa sekolah swasta nasional dan internasional. Untuk sekolah nasional plus; SD biayanya Rp500 ribu/bulan, SMP Rp625 ribu/bulan, dan SMU Rp675 ribu/bulan. Untuk sekolah internasional masing-masing Rp75 ribu lebih mahal,” papar Anton. “Kita mempertimbangkan kualitas servis yang kita berikan. Kita punya pengalaman mengajar lebih dari 15 tahun. Kalau memanggil guru spesialis, orang tua harus membayar sekitar Rp1 juta/bulan. Dan jika 3 mata pelajaran, maka totalnya Rp3 juta/bulan. Di Sinotif dengan kualitas layanan setingkat guru privat spesialis, tidak lebih dari Rp750 ribu untuk 3 mata pelajaran. Ini harga yang jauh lebih murah,” imbuhnya.
Merasa yakin dengan prospek bisnis yang kian berkembang, tahun 2008 untuk pertama kali Sinotif mulai menawarkan kerja sama franchise. Sampai akhir tahun 2009 ditargetkan sudah ada 10 cabang franchise di seluruh Jabodetabek. Dan setelah itu Sinotif baru akan mengembangkan jaringan ke kota-kota lain.
“Kita hanya membidik kelas menengah ke atas dari sekolah-sekolah unggulan swasta. Kita memperkirakan di Jabodetabek ini ada 30 titik. Untuk Jakarta Utara sudah ada cabang-cabang kita yang mengisi, lainnya coba kita tawarkan kepada investor dalam bentuk kerjasama franchise. Saat ini sudah ada 2 cabang berjalan dan 3 cabang baru kita cari lokasinya,” ungkap Anton.
Anton maupun Hindra berpendapat, pada masa krisis ekonomi para orang tua, terutama kalangan menengah ke atas akan lebih mengutamakan investasi bagi masa depan anak-anaknya. Dan untuk menjamin kesuksesan salah satunya tidak lain adalah pendidikan yang lebih baik. Artinya, masa krisis justru memberikan banyak peluang bagi investor yang tertarik pada bisnis pendidikan.
Berapa besarnya investasi untuk satu cabang Sinotif? Selain biaya awal waralaba (initial franchise fee) yang harus dibayar, calon investor juga harus memnyiapkan dana untuk persiapan operasi awal dan pembukaan, misalnya sewa gedung, renovasi, peralatan, biaya rekruitmen, marketing awal, dan sebagainya. Total yang harus disediakan sekitar Rp750 juta, sudah termasuk franchise fee sebesar Rp300 juta untuk lima tahun. Setiap bulan franchisee dikenai biaya royalty fee yang besarnya tetap Rp3 juta, ditambah 9% dari total pendapatan kotor. Menurut Anton ROI (return of investment) termasuk cepat, sekitar 2 tahun. Bahkan target balik modal usaha dengan asumsi perkiraan jumlah 65 siswa sudah diperoleh dalam 3 bulan.
“Sebagai full business format franchise, maka dukungan yang kita berikan, mulai dari membantu konsultasi set-up gedung, training tim, support marketing, konsultasi, dan langsung kami berikan 5 guru. Salah satu masalah ketika orang mendirikan lembaga kursus, yaitu materi dan guru. Materi kita sudah siap dengan materi yang sangat khas, 7 lapis modul bimbingan belajar,” jelas Anton dan Hindra. Tertarik?s4}
Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.
Aladin’s, Tawarkan Menu Makanan India Cepat Saji
AladinJika film-film dan lagu India sangat dikenal oleh sebagian masyakart Indoanesia, tidak demikian halnya dengan menu makanannya. Makanan India masih terbilang ‘asing’. Adalah Imron Sulaiman yang mencoba memperkenalkan masakan India cepat saji lewat sistem franchise yang murah dan minim kompetitor. Slamet Supriyadi
Bisnis makanan memang menggiurkan. Bisnis ini bahkan akan terus berkembang seiring dengan bertumbuhnya gaya hidup. Jika tidak percaya, Anda tidak susah untuk membuktikannya. Ada ratusan tempat makan mulai dari warung, gerai makanan, restoran --dari yang sederhana hingga yang mewah-- yang tersebar hampir di setiap sudut jalan. Selain itu menu yang disajikan pun beragam, mulai dari mie, bakso, burger, masakan lokal, hingga makanan ‘asing’.
Tidak berlebihan jika ada yang menyebut: bisnis makanan tak akan ada matinya. Bisa jadi pendapat itu benar. Pasalnya, selama masih bernyawa alias hidup, orang pasti butuh makan. Inilah yang mendorong orang untuk ramai-ramai terjun ke bisnis makanan. Tapi adakah yang menjamin jika menjalankan bisnis makanan dengan menu tertentu bisa tetap langgeng? Tentu saja tidak. Sukses sebuah bisnis ditopang oleh banyak faktor. Antara lain lokasi yang strategis, rasa makanan, harga serta ketat tidaknya persaingan.
Mungkin Anda akan menemukan ratusan restoran yang menyajikan aneka menu makanan. Banyak yang berhasil tapi tak sedikit juga yang terpaksa gulung tikar. Bisa dimaklumi, karena menu yang diusung nyaris sama sehingga kompetisi masing-masing pemain pun sangat ketat. Hanya restoran yang memiliki keunikan dan keistimewaan lah yang bisa tetap bertahan. Sisanya, harus pintar-pintar menerapkan strategi yang jitu agar tak terlibas.
Gambaran bisnis seperti itulah yang juga dirasakan oleh Imron Sulaiman, pemilik resto Aladin’s. Maka ketika hendak memutuskan untuk terjun ke bisnis makanan maka mau tidak mau ia mesti mengusung konsep yang berbeda. Imron menawarkan masakan India –menu yang jarang sekali dijumpai. Selama ini, untuk bisa menikmati menu masakan ala bollywood ini, kadang kita harus datang ke restoran tertentu di hotel berbintang. Selain tempatnya terbatas, harganya pun tak bisa dibilang murah. Untuk bisa mencicipi masakan ‘sederhana’ ala India ini kita bahkan harus merogoh kocek hingga ratusan ribu rupiah. Inilah yang akhirnya membuat makanan India terasa ‘asing’ di Indonesia.
AladinPadahal di luar negeri seperti di Inggris, Amerika, Jerman, Jepang dan di sejumlah negara Asia makanan India bukanlah sesuatu yang asing. Terutama di Ingrris masakan India sudah menjadi menu sehari-hari disana. Restoran atau warung makan masakan India bisa dengan mudah dijumpai di pinggir jalan. “Saya sudah kunjungi hampir ke sebagian besar negara di Eropa dan Amerika, mudah sekali untuk menemukan makanan India. Tapi di Indonesia sangat sulit,” ujar pria berdarah India-Pakistan tersebut. Untuk itu, selama tiga tahun, Imron menyempatkan melakukan survey ‘kecil-kecilan’ tentang respon masyarakat Indonesia terhadap menu makanan India. Hasilnya sangat positif.
‘India’ tentu tidak asing bagi masyarakat kita. Film serta lagu-lagunya banyak digandrungi. Bahkan banyak nama-nama bintang film India yang sudah begitu dikenal. Seperti Shahrukh Khan, Amitabh Bachchan, dan Rani Mukherjee. “Tiap ketemu orang saya juga sering ditanya tentang bintang film itu,” ujarnya sambil tersenyum. Bagi Imron, hal itu cukup membuktikan bahwa orang Indonesia cukup terbuka dengan budaya India tak terkecuali aneka jenis makanannya. Karena itu, ia optimis dengan konsep yang diusungnya yakni menyajikan masakan India untuk orang-orang Indonesia.
Ada beragam menu yang bisa dinikmati. Antara lain, nasi goreng India, sate India, ayam goreng India, aneka kari India, pizza India, hingga roti India. Selain itu resto Aladin’s juga menyajikan menu makanan Indonesia lainnya. Uniknya dari menu yang disediakan, lebih dari 70 persen pembeli lebih banyak memesan makanan India. “Mungkin mereka penasaran bagaimana sih rasanya makanan India,” tutur Imron yang memiliki resto di Ciputat dan WTC Matahari Serpong-Tangerang ini.
© 2010 Majalah Pengusaha - Referensi Usaha Anda
HMTC, Tak Hanya Cetak Mekanik Handal
artomo Mechanical Trainning Centre (HMTC)Motor menjadi pilihan kendaraan para karyawan komuter. Kebutuhan mekanik pun meningkat pesat. Terkait motor, HMTC memberikan peluang bagi Anda, jadi mekanik handal atau franchisee-nya. Silakan pilih. Wiyono
bisnis internet gratis Hari itu menjelang sore, namun masih tampak puluhan kendaraan roda dua nangkring di atas bike lift yang berjajar dalam satu ruangan sedang dihadapi siswa-siswa kursus, masing-masing satu motor satu satu peserta pelatihan. Mereka semua kelihatan tekun mengutak-atik mesin di bawah arahan instruktur. Lagi-lagi, tiap-tiap siswa diawasi oleh satu guru. Di Indonesia, Hartomo Mechanical Trainning Centre (HMTC) dikenal sebagai lembaga pelatihan mekanik sepeda motor pertama kali yang memakai sistem 1 siswa 1 motor 1 guru.
Hartomo Koes Alam Syahrir pertama kali membangun info bisnis
pelatihan tersebut pada tahun 1999 di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Selanjutnya HMTC makin berkembang, dan sampai sekarang seluruhnya terdapat 13 lokasi cabang di seluruh Indonesia, yakni di Jakarta, Depok, Bandung, Yogyakarta, Cirebon, Semarang, Surabaya, Malang, Medan, Pekan Baru, Padang, Bali, dan terakhir di Papua. Kini, HMTC cabang Depok sekaligus juga sebagai kantor pusatnya.
Hingga akhir 2007 tercatat, dari seluruh cabang sebanyak 12.128 ribu peserta sudah diluluskan. Bahkan, selain beberapa catatan prestasi lainnya, sejak 2005 HMTC masuk dalam rekor MURI sebagai kursus mekanik sepeda motor dengan sarana praktek terbanyak, 200 unit, dan kini menjadi 265 sepeda motor.
Ada beragam paket program pelatihan investasi online
, mulai dari paket dasar 8 sepeda motor, sampai dengan semua jenis motor. Konon, berkat masuknya Andhika Bintang Budaya, atau di dunia otomotif dikenal sebagai mekanik profesional dengan sebutan Gandos menjadi kepala instruktur, selain kelas modifikasi standar dibuka pula paket modifikasi plus atau mekanik balap, tidak di semua cabang melainkan khusus bertempat di Depok.
Menjadi seperti sekarang, menurut Nengah Suparta, General Manager HMTC, sejatinya itu tidak lepas dari berbagai upaya pendekatan yang dilakukan perusahaannya. Strategi tersebut ditempuh, baik lewat promosi rutin setiap minggu, layanan via website, layanan konsultasi gratis kepada masyarakat umum secara hotline, bekerja sama dengan media televisi pada acara siaran otomotif, hingga pengadaan program-program peduli sosial investasi
cari duit di internet.
“HMTC memiliki annual program, dua kali dalam setahun mengadakan roadshow nasional.diikuti para alumni, siswa, dan member bengkel kami. Setiap kegiatan kita lakukan dengan bekerja sama, misalnya dengan main distributor produk-produk otomotif, seperti oli dan sparepart. Sedangkan kami memberikan HMTC motivation, manajemen bengkel, lalu dari sisi teknologi kita berikan tips-tips teknologi tercanggih dari Gandos langsung.Kami juga punya program peduli sosial bekerja sama dengan BUMN, salah satunya Bank Export Indonesia, PT. Taspen dan yayasan lainnya dalam program PKBL (Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan), umpamanya bagi korban bencana serta masyarakat kurang mampu. Mereka mendapat training di tempat kami melalui program subsidi, dan setelah lulus kita angkat jadi instruktur atau mekanik di bengkel resmi HMTC,” paparnya.
Mantan vice president IASCA Indonesia sebelum akhirnya bergabung dengan HMTC itu menuturkan, keistimewaan program training HMTC terletak pada materi pelatihan, perbandingan antara teori dan praktek adalah 10:90. Lalu, peserta yang mendaftar pun mendapatkan jaminan, dapat ikut kursus sampai menguasai materi. Jadi tanpa batasan lamanya waktu pembelajaran.
“Paket standar, umpamanya, kemampuan orang khan berbeda-beda. Ada yang bisa selesai dalam 4 bulan, 8 bulan, atau yang agak malas-malasan sampai setahun, bahkan 2 tahun. Kita tetap akan layani. Karena yang kita jual sistem paket, dan kami tentunya juga jaga image,” tukas Nengah. “Selain itu kami tidak hanya mendidik dari segi skill saja, tetapi juga segi mentalitasnya. Agar pada saat terjun di dunia kerja, mereka menjadi mekanik yang memiliki disiplin, tidak nakal. Dan sebelumnya, yang paling utama kepada calon peserta pelatihan kita pesankan agar mereka mau mengembangkan motivasi dan keinginan belajar terlebih dulu,” lanjutnya pula.
artomo Mechanical Trainning Centre (HMTC)Sebab, seperti dikatakan kelahiran Bali 1962 itu, perkembangan industri otomotif selaras pula dengan prospektif lapangan tenaga kerja teknisi kendaraan. Akibat kenaikan harga BBM, ditambah kemacetan lalu lintas yang makin parah, menjadikan motor sebagai pilihan moda transporatsi paling praktis. Maka seiring dengan laju populasinya yang terus meningkat, artinya kebutuhan akan servis atau bengkel motor juga bertambah. “Konsep opportunity itu yang bisa kami berikan kepada calon peserta kursus, dengan catatan mereka harus punya motivasi. Setiap bengkel pasti butuh mekanik,” timpalnya.
Lebih lanjut dijelaskan pula, setelah sejak 1999 hanya fokus pada jasa pelatihan mekanik sepeda motor, mulai 2006 pemilik HMTC mengembangkannya beberapa divisi usaha. Rencananya, total akan terdapat 4 divisi, HMTC Training Course, HMTC Membership Workshop, HMTC Event Organizer, dan HMTC Sparepart. Sementara ini dua program pertama sudah berjalan.
“Dalam perkembangan berikutnya kami juga buka beberapa divisi, di antaranya divisi HMTC Membership Workshop (bengkel) yang franchisenya kita jual,” ujar Nengah. Dengan demikian, seperti dikatakan, sebagai lembaga kursus tidak hanya mampu meluluskan siswa-siswa calon mekanik, HMTC ingin membuka kesempatan bagi investor yang hendak membuka bengkel sepeda motor. Sampai sekarang sudah ada 34 gerai, tersebar baik di kota-kota besar di Jawa maupun luar Jawa, yaitu Binjai, Palembang, Batam, Pontianak, Makasar, serta Sorong. Bengkel resmi HMTC itu fanchise fee sebesar USD6.000 dengan rincian USD3.000 untuk kontrak waralaba 2 tahun, dan sisanya biaya pengadaan tools, tanpa dipungut royalty fee.
“Support awal teknisi dan software manajemen bengkel. Sebelum menjadi member kita survei lokasinya, luas yakni minimum 56 m2. Kelebihan kami dibanding AHASS, misalnya, bengkel HMTC bersifat independen dan bisa untuk semua jenis sepeda motor. Selain itu tidak hanya menyediakan jasa servis standar, tune up terot pun bisa, karena kami memiliki pelatihan mesin balap,” Nengah menguraikan. “Setelah acc (sepakat), kita buatkan layout, MOU, lalu kita promosikan di Motorplus tiap minggu. Setelah grand opening kita promosikan di website. Support tambahan kita berikan pada saat sudah terjun di lapangan. Kita tidak mencari untung di sparepart karena kita link-kan langsung ke distributor, tetapi hanya perlu tahu price yang diberikan sebagai kontroler,” tambah bapak tiga putra itu. Ada yang tertarik?
Analisa Bisnis Franchise HMTC Workshop:
(Asumsi pada tahun pertama melayani servis standar 5 motor/hari, turun mesin 12 motor/bulan, kecelakaan 6 motor/bulan, mogok di jalan 36 kasus/bulan, dan nilai kurs USD1,00 = Rp9.250,00)
Investasi Awal:
1. Biaya pendaftaran (franchise fee 2 tahun) Rp. 55.500.000.-
2. Belanja suku cadang dan aksesoris Rp. 85.000.000,-
3. Sewa ruang 1 tahun Rp. 10.000.000,-
4. Biaya renovasi Rp. 5.000.000,- +
Total Investasi Awal Rp. 155.500.000,-
Perkiraan Penghasilan Per Bulan:
Perkiraan pendapatan servis Rp. 5.220.000,-
Keuntungan penjualan ssparepart dan aksesoris Rp. 4.790.000,- +
Total Perkiraan Penghasilan Per Bulan Rp. 10.010.000,-
Pengeluaran Per Bulan:
Biaya gaji (4 orang @ Rp700.000,00) Rp. 2.800.000,-
Biaya listrik dan lain-lain Rp. 250.000,- +
Total Pengeluaran Per Bulan Rp. 3.050.000,-
Keuntungan Per Bulan Rp. 10.010.000,- - Rp3.050.000,- = Rp6.960.000,-
BEP tercapai Rp155.500.000,- : Rp6.960.000,-/bulan = 22,3 bulan
Jika ingin mengutip/menyebarluaskan artikel ini harap mencantumkan sumbernya.
© 2010 Majalah Pengusaha - Referensi Usaha Anda
Langganan:
Postingan (Atom)